Sejarah Peradaban Islam

by 1/01/2013 09:08:00 AM 0 komentar


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
            Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syam bin Abdul Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisyi pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kedudukan.[1]
            Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah di samping pendiri daulah Bani Umayyah, juga sekaligus menjadi kholifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damaskus.
            Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti yang sebagian sejarawan awalnya dipandang negative. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin dicapai melalui curang. Lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam. Karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan Negara dari seorang yang dipilih oleh  rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-menurun (monarchy heredity).
            Di atas segala-galanya jika dilihat dari sikap dan  prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnnya Muawiyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator.
            Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Shiffin dan  terbunuhnya Khalifah Ali. Ada tiga penyebab berhasilnya Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah :
1.      Muawiyah mendapatkan berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang dipimpin olehnya mempunyai pasukan yang kokoh, telatih, dan disiplin dari garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
2.      Muawiyah sebagai administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting, seperti Amr bin Ash, Mughirah bin Syu’bah dan Ziyad bin Abihi.
3.      Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan  mencapai tingkat “Hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu. Seorang manusia Hilm seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipn ada tekanan dan intimidasi.
            Beberapa cirri khusus kebijakan yang dilakukan pada masa Dinasti Umayyah :
1.      Pada masa Khulafaur Rasyidin, kholifah dipilih oleh rakyat di Madinah dan dihormati oleh bangsa-bangsa di luar Arab. Pada masa Muawiyah penguasa yang sedang memegang kekuasaan mencalonkan penggantinya dann  tokoh kerajaan mengangkat sumpah setia kepadanya dalam upacara kerajaan
2.      Pada masa Khulafaur Rasyidin Baitul Mal merupakan hasta kekayaan  rakyat. Pada masa Muawiyah Baitul Mal menjadi harta kekayaan  keluarga Bani Umayyah.
3.      Pada masa Khulafaur Rasyidin, kholifah dibantu oleh suatu dewan penasehat dalam  membuat kebijakan. Pada masa Muawiyah dewan penasehat menjadi hilang.
4.      Ajaran Rasulullah menghapuskan kecembururan rasial, akan tetapi para kholifah Umayyah menghidupkan kembali kecemburuan tersebut. Hal ini terjadi antara Bani Mudar dengan Bani Himyar.
5.      Para Khulafaur Rasyidin tidak mempunyai jarak dengan rakyatnya, mereka tidak mempunyai  istana yang mewah, para pengawal. Para kholifah Umayyah tinggal di istana dan  mempunyai banyak pengawal.
B. Para Khalifah Dinasti Umayyah
            Masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah Bin Abi Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada juga khalifah yang tidak patut dan lemah.
            Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
            Muawiyah bin Abu Sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan khulafaur rasyidin. Bahkan kesalahannya yang menghianati pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifaan setelah Hasan bin Ali berdamai dengannya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagian membaiat Hasan setelah ayahnya wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan Ammul Jama’ah (tahun persatuan). Muawiyah menerima kekuasaan kekhalifaan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan yakni :
1.      Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorangpun penduduk Irak
2.      Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka
3.      Agar pajak tanah negeri Ahwaz, diperuntukan kepadanya diberikan tiap tahun
4.      Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham
5.      Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdi Syam[2]
            Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah, sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan ke Madinah. Hasan wafat di kota Nabi pada tahun 50 H. di antara jasa-jasa Muawiyah ialah mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu  siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan Kantor Cap (percetakan uang), dan lain-lain.
            Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh  anaknya,  Yazid (60-64H/679-683M) yang telah ditetapkannya sebagai  putra mahkota sebelumnnya. Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapiya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang  telah membaiat Husain sepeninggal Muawiyah. Terjadi perang di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain, cucu Nabi Muhammad itu. Yazid menghadapi  para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding Ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan Manjanik, alat pelempar batu kearah  lawan. Peristiwa tersebut merupakan aib besar pada masanya.
            Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian mengangkat Abdullah bin Hanzalah dari  kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum Umayyah di Madinah dan  mengusirnya dari  kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga terjadilah bentrok fisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim bin Uqbah Al-Murri, dan  penduduk Madinah. Peperangan antara kedua passukan  itu terjadi di Al-Harrah yang dimenangkan oleh paassukan Yazid, pada tahum 63 H. Sedangkan kaum Quraisyi mengangkat Abdullah bin Muti’ sebagai pemimpin mareka tanpa pangakuan terhadap kepemimpinan Yazid. Yazid meninggal pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyah II.
            Ia hanya memerintah kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah riwayat keturunan Muawiyah dalam melanggengkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
            Muawiyah II diganti oleh Marwan bin Hakam (64-65H/683-684M), seorang yang memegang stempel khalifah pada masa Utsman bin Affan. Ia adalah gubernur Madinah di masa pemerintah Muawiyah dan penasehat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ketika Muawiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar Umayyah mengangkatnya sebagai khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaaan karena pengalamannya, sedangkan orang lain yang pantas memegang jabatan khalifah itu tidak didapatkannya. Padahal keadaan begitu rawan dengan terjadinya perpecahan di tubuh bangsa Arab sendiri dan ditambah dengan pemberontakan kaum Khawarij dan Syiah yang bertubi-tubi. Khalifah yang baru itu menghadapi segala kesulitan satu demi satu. Ia dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahhak bin Qais, kemudian menduduki Mesir, dan menetapkan putranya, Abdul Aziz sebagai gubernurnya. Abdul Aziz adalah ayah Umar, seorang khalifah Bani Umayyah yang masyhur itu. Marwan menundukkan Palestina, Hijaz dan Irak. Namun ia cepat pergi, hanya sempat memrintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjukkan anaknya, Abdul Malik dan Abdul Aziz sebaga pengganti sepeninggal secara berurutan.
            Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M) adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang ilmu fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuh nya integritas wilayah dan wibawa keluarga Umayyah dari segala pengacau Negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan separatis Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syiah dan Khawarij, sampai aksi teror yang dilakukan oleh Mukhtar bin Ubaid di Kufah dan pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab bin Zubair. Ia juga menundukkan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintah Umayyah. Ia memerintahkan penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya masih memakai bahasa Yunani, Persia dan Qitbi. Ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta saluran-saluran air.
            Khalifah Abdul Malik bin Marwan memerintah paling lama, yakni 21 tahun. Ia wafat pada tahun 86 H dan digantikan oleh putranya yang  bernama Al-Walid.
            Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (86-96H/705-714M). Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika Afrika Utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurna pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jala-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin dan penderita cacat. Khalifah Al-Walid wafrat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman sebagaimana wasiat bapaknya.
            Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M) tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang yang di bawah Musa bin Nushair. Ia menginginkan harta itu jatuh ke tangannya, bukan ka tangan kakaknya, Al-Walid, yang saat itu dalam keadaan sakit. Musa bin Nushair diperintahkan olehnya untuk memperlambat kedatangannya di Damaskus dengan harapan harta yang dibawanya iu jatuh ke tangannya. Namun, Musa tidak melaksanakan perintahnya tersebut, yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat dari jabatan ketika ia naik menjadi khalifah menggantikan Al-Walid.
            Khalifah Sulaiman dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Ia menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya sebelum ia meningggal tahun 99 H.
            Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M). Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh berbagai kebijakan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan peronifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
            Khalifah yang adil itu adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat Kairo, atau Madinah. Ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan kaum muslimin untuk menulis hadits. Dan inilah perintah  resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah  orang yang rapi dalam berpakaian, memakai wangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru banyak orang di masanya.
            Khalifah yang kaya itu menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syiria, Mesir, Yaman dan  Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun. Namun setelah menjadi khalifah, ia mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan  meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di samping itu, ia mengadakan perdamaian antara Amamiyah dan Syiah serta Khawarij, menghentikan peperangan dan  mencegah caci maki terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah jum’atnya.
            Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifaannya,, seperti menaikkan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberikan santunan kepada fakir miskin, dan memperbaruhi dinas pos. Ia meninggal tahun 101 H dan digantikan oleh Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M). Pada masa pemerintahannya timbul perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah. Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Umayyah, kemudian Digantikan oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
            Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-743M) dicatat sebagai khalifah yang sukses. Ia memerintah salama 20 tahun. Ia seorang yang besih pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, beahklak mulia dan teliti dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syiah yang bersekutu dengan kamu Abbasiyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
            Masih ada empat khalifah lagi setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam tujuh tahun, yakni Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M), Yazid III bin Al-Walid (126H/743M), Ibrahim bin Walid (126-127H/743-744M) dan Marwan bin Muhammad (127-128H/744-750M). Adapun Marwan adalah penguasa Umayyah terakhir yang terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyah padda tahun 132H/750M.
C. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
            Umar bin Abdul Aziz bin Marwan, khalifah Bani Umaiyah, gelarannya Abu Hafs dan dianggap sebagai Khalifah Ar-rashidin kelima sesudah Saiyidina Ali.  Beliau dilahirkan di Mesir di sebuah kampung yang bernama Hulwan pada tahun 61H (dalam satu riwayat yang lain tahun 63H), ketika ayahnya bertugas menjadi penguasa di tempat tersebut. Ibunya ialah Ummu A sim binti A’sim cucu Saiyidina Umar Al- Khattab.[3]
            Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.
                        Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas Al-Quran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
            Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jawatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.
            Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada siapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.
            Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.
            Umar bin Abdul Aziz dalam pemerintahannya, banyak membuat pembaharuan. Adapun pembaharuan tersebut sebagai berikut :
1.      Menjaga konsolidasi pemerintahan. Ia ingin pemerintahannya didukung oleh seluruh rakyat. Kepada para Mawalli (orang Islam yang baru dan  buka dari Arab) ia mengubah perlakuannya, berbeda denagn para pendahulunya.
2.      Dalam bidang perpajakan, Umar membebaskan dari segala jenis pajak kecuali zakat, hal ini mendorng banyak orang yang masuk Islam bukan karena melihat keagungan Islam  tapi karena ingin mendapatkan hak istimewa tersebut. Ia menetapkan Khoroj (yang kena wajib pajak) bagi umat Islam sebelumya dibebaskan dari semua jenis pajak. Ia juga menetapkan Jizyah bagi orang-orang non Islam sebagai ganti wajib militer.
3.      Umar mulai pengalihkan perhatian terhadap pembangunan dan memakmurkan wilayah yang dikuasai daripada terus melakukan perluasaan wilayah.
4.      Umar berusaha memulihkan kesenjangan antara penguasa dan yang dikuasai, untuk itu ia memulihkan hak-hak istimewa kaum Mawalli dan keluarga Ali.
5.      Dengan semboyan keadilan dan kenetralan, Umar mennghapus semua jenis korupsi yang  sudah masuk ke dalam masyarakat Islam. Umar juga menghapus perbedaan antara orang Islam Arab dengan Islam non Arab.
D. Masa Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
            Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, di mana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat  penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Uzbekistan dan Kirgistan di Uni Soviet.
            Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi paruh pertama dari seluruh masa kekhalifaan Bani Umayyah, yaitu ketka kedaulatan dipegang oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan tahun-tahun terakhir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Di luar masa itu, usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi.
            Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih kemajuan besar dalam perluasan wilayah. Peristiwa yang paling mencolok ialah keberaniannya mengepung kota Konstantinopel melalui ekspedisi yang dipusatkan di kota pelabuhan Dardanela. Ekspansi Muawiyah dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik, yang berhasil menaklukkkan Balkh, Bukhara dan Samarkand.
            Kemudian tiba masa pemerintahan Al-Walid. Prestasi yang paling besar dicapai oleh Walid I ialah di front Afrika Utara dan sekitarnya. Setalah segenap tanah Afrika bagian utara diduduki, pasukan muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad menyebrangi Selat Giblatar masuk ke Spanyol, lalu Cordova dan kota-kota lainnya.
            Di samping keberhasilan tersebut, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik maupun social kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks.
            Dalam bidang social budaya, Bani Umayyah telah membuka terjadi kontak antarbangsa-bangsa muslim dengan negeri yang ditaklukkan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa dan sebagainya. Hubungan itu melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di bidang seni, Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang gemilang, seperti Dome of the Rock (Qubah Ash-Shakhra) di Yerusalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini masih dikagumi.
            Dalam bidang ilmu pengetahuan, seperti lahir seorang yag bernama Abul Aswad Ad-Duali, menyusun gramatika Arab dengan memberi titik pada huruf-huruf Hijaiyah yang semula tidak  bertitik. Dengan adanya ini dapat memudahkan orang membaca, mempelajari dan menjaga barisan yang menetukan gerak kata dan bunyi suara serta ayunan iramanya, hingga dapat mengetahui maknanya.
            Hisyam bin Abdul Malik merupakan raja Bani Umayyah yang paling terkenal di lapangan ilmu pengetahuan dengan meletakkkan perhatian besar pada ilmu pengetahuan.[4]
Kemajuan Bidang Peradaban
            Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajaun dalam berbagai bidang, yang telah dilakukan masa sebelumnya yaitu Khulafaur Rasyidin. Menurut George Zaidan, kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, antara lain :
1.      Pengembangan Bahasa Arab
            Pengembangan Bahasa Arab, dengan  melakukan upaya menjadi Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan, yang sebelumnya menggunakan Bahasa Romawi.
2.      Marbad Kota Pusat Kegiatab Ilmu
            Di kota inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair dan cendikiwaan lainnya. Kota ini dijuluki ukadz-nya Islam.
3.      Ilmu Qiraat
            Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al Quran. Pada masa ini lahir ahli qiraat terkenal Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi Nujud.
4.      Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Fiqh, Ilmu Nahwu dan  Ilmu Tarikh/Sejarah
5.      Usaha Penerjemahan
            Yang melakukan usaha penerjemahan yaitu Khalid bin Yazid, seorang pengeran yang cerdas dan ambisius. Yang diterjemahkan yaitu buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu falak, ilmu astronomi, ilmu fisika, kedokteran dan lain-lain.[5]
E. Masa Kehancuran Dinasti Umayyah
            Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa factor yang menyebabakan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, sebagai berikut :
1.      System pergantian khalifah melalui garis keturunan atau Monarki, yang menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas, sehingga menyebabkan persaingan tidak sehat di kalangan anggota keluarga.
2.      Latar  belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak terlepas daari berbagai konflik yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib.
3.      Meruncingnya perselisihan antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dengan Sku Arabia Selatan (Bani Kalb) yang seudah terjadi sebelum Islam datang.
4.      Adanya sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak mereka tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala diwarisi kekuasaan.
5.      Penyebab langsungnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al Abbas bin Abbas Al Muthalib, yang mendapat dukungan dari Bani Hasyim dan Syiah serta kaum Mawalli yang merasa dikelasduakan oleh Dinasti Umayyah.[6]
            Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur lemah. Dinasti Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Abbasiyah pada masa Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/774 M.



















KESIMPULAN

            Bani Umayyah didirikan oleh Umayyah bin Abu Sufyan bin Harb. Khalifah pertama Dinasti Umayyah adalah Muawiyah. Ia merupakan orang yang berani merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system monarki. Ia merupakan seorang politikus, administrator dan sebagai penguasa. Menurut para sejarawan, masa kegemilangan Dinasti Umayyah ialah pada masa Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
            Pada masa Dinasti Umayyah lebih focus pada masalah ekspansi Islam ke penjuru dunia. Terbuktinya sampainya Islam ke Spanyol. Di samping itu, Umayyah mampu memajukan ilmu pengetahuan seperti ilmu fiqh, nahwu, tafsir dan hadits, arsitektur seperti bangunan Kubah Ash-Shakhra di Palestina dan seni serta politik.
            Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, selama 90 tahun dengan 14 kholifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah bin Sufyan dan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Di antara mereka ada yang patut dan tidak patut atau lemah.
            Umar bin Abdul Aziz merupakan khalifah yang adil dan sikapnya selalu mengikuti yang diajarkan oleh Nabi dan Khulafaur Rasyidin, sederhana. Pada masa ini merupakan masa lembaran putihnya Dinasti Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri. Yang dilakukan pada saat ia menjadi khalifah ialah menaikkan gaji gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin dan memperbaruhi dinas pos.
            Setelah wafatnya Umar bin Abdul Aziz, Dinasti Umayyah mulai menimbulkan ciri-ciri kehancurannya., di antaranya banyaknya pemberontakan. Adapun penyebab kehancuran Dinasti Umayyah adalah system pemerintahan mereka sendiri yaitu monarki yang aturannya tak jelas., berperangnya suku Arab Selatan dengan Utara, gaya hidup yang bermewah-mewah, latarbelakang berdirinya Dinasti Umayyah tidak terlepas dari konflik dengan Ali dan timbulnya kekuatan baru dari Bani Abbasiyah yang mendapat dukungan dari kaum Syiah dan Mawalli yang dikelasduakan oleh pihak Muawiyah.

DAFTAR PUSTAKA
o   Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2009
o   Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirosah Islamiyah. Raja Grafindo : Jakarta. 1993
o   http//wikipedia.com/umar-bin-abdul-aziz.htm


[1] Ahmad Al-Usyairi. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta : akba. 2006.  Hlm. 181
[2] Ibid. Hlm. 184-185
[3] http/www.wikipedia.com+umar+bin+abdul+aziz
[4]  Fuadh Moch. Fachrudin. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang. 1985. Hlm. 46
[5] Goergi Zaidan. Tarikh Adab Lughah Al Arabiyah. Jilid 2. Darul Hilal. Hlm 236-259
[6] Badri Yatim. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2000. Hlm. 48-49

Padjrin Dha Niess

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar