Resume Telaah Kurikulum PAI di SMP dan SMA

by 2/28/2012 09:16:00 AM 1 komentar

Kelompok I
Pengertian Kurikulum dan Komponen-komponen Kurikulum

A. Pengertian Kurikulum Sempit
            Pada awalnya kurikulum di anggap hanya sebagai kumpulan dari suatu mata pelajaran yang diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan sertifikat dalam suatu bidang studi pokok, seperi IPA dan IPS. Hal sesuai menurut Menurut Good C.V. dalam Amir Rusdi (2010:1), Kurikulum adalah kumpulan atau susunan mata pelajaran yang diperlukan untuk memperoleh ijazah atau sertifikat dalam suatu bidang studi pokok, seperti IPS dan IPA.
            Kurikulum dalam arti sempit hanya terpokus pada pengentasan suatu mata pelajaran sehingga kurikulum ini hanya menekankan pada aspek kognitif (pengetahuan). Padahal dalam suatu kurikulum harus mencakup semua aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga terciptalah peserta didik yang terampil dan tercapainya kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam kurikulum ini dibuktikan dengan sertifikat yang diperoleh anak didik tersebut dalam menempuh suatu mata pelajaran. Bukti tersebut digunakan sebagai bukti telah menyelesaikan suatu mata pelajaran.

B. Pengertian Kurikulum Luas
            Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka pengertian kurikulum ikut berkembang. Yang mana pada awalnya kurikulum diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran. Pada perkembangannya kurikulum di sekolah bukan hanya kumpulan mata pelajaran, tetapi menyangkut semua kegiatan sekolah baik formal maupun non-formal yang tetap di bawah pengawasan dan bimbingan sekolah. Hal ini sesuai Menurut Ronald C. Doll dalam Amir Rusdi (2010:1-2), Kurikulum suatu sekolah bukan hanya sekumpulan mata pelajaran, tetapi juga mencakup proses atau pengalaman belajar mengajar baik yang bersifat formal (sekolah) maupun yang bersifat informal (luar sekolah) namun tetap dalam kerangka pengawasan dan bimbingan sekolah. Kurikulum formal merupakan kurikulum resmi yang berisi tentang tujuan, materi, proses, dan evaluasi yang tercatat dalam dokumen. Sedangkan kurikulum informal merupakan kurikulum tambahan di bawah pengawasan sekolah seperti Pramuka, Rohis, PHBI, PMI, dan organisasi lainnya.
            Kurikulum ini berubah dari penekanan pada aspek isi (mata pelajaran) yang beorientasi pada segi kognitif menjadi penekanan pada aspek pengalaman belajar yang mencakup segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Komponen-komponen Kurikulum

A. Komponen Tujuan
            Komponen tujuan merupakan suatu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan. Sebab tujuan akan menentukan subtansi kurikulum berikutnya atau disebut dengan starting point. Menurur Sukmadinata dalam Abdurrahmansyah (2007:63), bahwa dalam merumuskan tujuan harus berdasarkan pada dua hal yang mendasar yaitu :
1.      Harus mempertimbangkan tuntutan kebutuhan, dan kondisi masyarakat.
2.      Harus didasari oleh pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
            Sebelum merumuskan tujuan kurikulum, hendaknya para pakar tahu apa yang menjadi kebutuhannya serta menyesuaikan dengan kondisi masyarakat (sosiologis). Kita tahu bahwa kurikulum dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi sudah selayaknya kurikulum tersebut berisi tentang harapan mereka dari sebuah kurikulum.
            Pancasila merupakan pandangan masyarakat Indonesia. Sebagai falsafah, Pancasila wajib dipatuhi oleh semua individu termasuk dalam perumusan tujuan kurikulum. Dengan kurikulum tersebut, menjadikan masyarakat yang berketuhanan, beradab, bersatu, musyawarah, dan berkeadilan.
            Menurut S. Bloom atau dikenal dengan Taksonomi Bloom dalam R. Ibrahim (2010:72-75), rumusan tujuan kurikulum harus bersifat komprehensif (menyeluruh), yaitu mencakup aspek kognitf, afektif, dan psikomorik.
            Pada aspek kognitif, tujuan yang ingin dicapai mengarahkan pada pengembangan akal dan intelektual anak. Pada aspek afektif, mengarahkan pada penguasaan dan pengembangan perasaan. Dan pada aspek psikomotorik, mengarah pada pengembangan keterampilan jasmani anak.
            Dalam hirearki tujuan tujuan kurikulum harus selaras dengan dengan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional (lembaga), tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional (mata pelajaran).

B. Komponen Materi
            Dalam Abdurrahmansyah (2007:65), komponen materi adalah isi dan struktur bagain yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi yang dimaksud berupa bidang studi dan materinya, misalnya Matematika, Pendidikan Agama Islam dan lainnya. Materi tersebut harus sesuai dengan jenis, jenjang dan jalur pendidikan yang ada.
            Materi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok dalam kurikulum. Pada KTSP, guru dituntut untuk mampu menyusun konsep materi pelajaran dengan kreatif dan rancang dengan sendiri.
            Menurut Hendyat Soetopo dalam Abdurrahmansyah (2007:68-69), komponen materi terdiri atas :
1.      Pokok-pokok bahasan dari suatu bidang studi.
2.      Struktur program atau konsentarsi, misalnya Fiqh.
            Pokok bahasan dari suatu bidang studi misalnya materi tentang manusia sebagai kholifah di muka bumi. Sedangakn struktur program atau konsentrasi, misalnya Pendidikan Agama Islam konsentrasinya Fiqh, Qur’an Hadits, SKI, Aqidah Akhlak.

C. Komponen Organisasi/Proses
            Dalam konteks dokumen disebut dengan organisasi yang mencakup urutan materi, kedalaman materi, keluasan materi, dan alokasi waktu. Sedangkan dalam konteks implementasi disebut dengan proses yang mencakup bagaimana materi tersebut diajarkan seperti penggunaan strategi, metode, media, pendekatan pembelajaran. Dalam konteks dokumen telah dijelaskan secara rinci dalam standar isi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
            Proses mencakup metode atau upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Metode hendaknya relavan dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Jangan sampai siswa tidak paham akibat guru salah dalam menggunakan metode pembelajaran. Sebaiknya guru dalam mentransferkan ilmu menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif dan yang paling penting sesuai dengan materi yang ingin disampaikan kepada murid dapat tercapai. Misalnya materi tentang sejarah menggunakan metode cerita atau karyawisata.
            Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk memahami strategi pembelajarannya. Strategi menunjukkan pada suatu pendekatan, metode, dan peralatan mengajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Strategi harus dipahami dan dikuasai oleh seorang guru, dan dalam pengaplikasiaanya harus tepat dan akurat. Sebab dengan menggunakan strategi yang tepat dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Namun penggunaan strategi tersebut tergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru yaitu kemampuan atau kecakapan dasar professional seseorang dalam bidang keahliannya. Seorang guru harus menguasai ilmu didaktik dan metodik pembelajaran.

D. Komponen Evaluasi
            Evaluasi merupakan tahap akhir dari kesemua komponen di atas. Evaluasi digunakan untuk menilai seberapa jauh keberhasilan dalam proses pembelajaran dan untuk perbaikan. Evaluasi merupakan hal yang penting karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui keberhasilan yang dicapai dan mana komponen-komponen yang akan diperbaiki untuk selanjutnya.
            Menurut Sukmadinata dalam Abdurrahmansyah (2009:88-89), ada beberapa bentuk atau jenis evaluasi. Pertama, evaluasi hasil belajar. Evaluasi digunakan untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa terhadap proses pembelajaran selalu diadakan evaluasi. Dalam evaluasi ini ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditetapkan. Berdasarkan luas lingkup bahan dan jangka waktu belajar, evaluasi ini dibedakan menjadi evaluasi formatif (harian) dan evaluasi summative (semester).
            Kedua, evaluasi pelaksanaan mengajar. Komponen yang dievaluasi dalam proses pembelajaran adalah keseluruhan dari proses tersebut secara utuh yang meliputi tujuan mengajar, evaluasi bahan ajar, strategi, metodologi pembelajaran dan media yang digunakan. Komponen ini mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya, siswa, guru, keluarga dan masyarakat.
                Fokus utama dalam evaluasi adalah evaluasi hasil belajar dan evaluasi pelaksanaan pengajaran.  Dalam melakukan evaluasi hendaknya dilakukan secara kontinu (terus menerus) dan beracuan pada norma-norma yang berlaku. Maksud dari kontinu adalah evaluasi formatif yaitu penilaian pencapaian siswa dalam hal sub pokok bahasan setelah berakhirnya materi pelajaran. Evaluasi sumatif yaitu dilakukan pada waktu tengah semester dan akhir semester.
 
Kelompok II
Azaz-azaz Pengembangan Kurikulum

            Menurut Ralph Tyler dalam Nasution (2010:6), bahwa ada empat asas utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.      Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah, dan guru (aspek filosofis).
2.      Harapan dan kebutuhan masyarakat (orang tua, kebudayaan masyarakat, pemerintah, agama, ekonomi, dan sebagainya) (aspek sosiologis).
3.      Hakikat anak (perkembangan fisik, mental, psikologis, emosional, sosial serta cara anak belajar (aspek psikologis).
4.      Hakikat pengetahuan atau disiplin ilmu (aspek ilmu pengetahuan).

A. Azaz Filosofis
            Menurut Muhammad Ali (2008:32), secara nasional pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, kaidah dan norma sosial maupun sistem nilai yang dianut secara nasional mengacu kepada Pancasila. Dengan demikian penyelenggaraan pendidikan secara resmi diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang ber-Pancasila.
            Pancasila sebagai pandangan hidup rakyat Indonesia yang mencakup kaidah, norma dan sistem sosial. Haruslah dijadikan sebagai landasan dalam berpikir dan bertindak termasuk dalam pengembangan kurikulum. Pancasila sebagai landasan merupakan acuan dalam mengembangkan kurikulum. Karena Pancasila mencakup semua kehidupan masyarakat tanpa membedakan suku, bahasa, dan agama. Dengan demikian, kurikulum dibuat untuk mengarahkan masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila.
            Menurut Nasution dalam Abdurrahmansyah (2009:41), ada tiga dimensi kefilsafatan yang harus dipertimbangkan ketika merancang kurikulum, antara lain falsafah negara, falsafah lembaga, dan falsafah pendidikan.
            Kurikulum tidak hanya mengacu pada azaz filsafat negara, tetapi juga mengacu pada filsafat lembaga dan falsafah pendidikan. Menurut Al-Syaibani dalam Muhaimin (2005:69), falsafah pendidikan tidak lain ialah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam pendidikan. Falsafah pendidikan tersebut mengacu pada tinjauan ontologis tentang realiata keilmuan, epistimologis tentang apa, bagaimana memperoleh ilmu pengatahuan, dan aksiologis tentang kegunaan (nilai).
            Dengan demikian, azaz filosofis adalah landasan mengembangkan kurikulum yang berlandaskan pada filsafat negara (Pancasila) yang mengarahkan pada penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dengan kata lain masyarakat yang ber-Pancasila.

B. Azaz Sosiologis
            Tiap kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Sekolah memang didirikan oleh dan untuk masyarakat. Sudah sewajarnya pendidikan harus memperhatikan dan merespon terhadap suara-suara dalam masyarakat. Pendidikan tak dapat tiada harus memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari desakan dan tekanan dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan pada saat tertentu.
            Sekolah sebagai institusi sosial yang didirikan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Maka kurikulum sekolah dalam penyusunan dan pelaksanaan banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang berkembang dan selalu berubah di dalam masyarakat.

C. Azaz Psikologis
            Azaz psikologi berati kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi (kejiwaan). Aspek tersebut mencakup ketakwaan; cipta; rasa; karsa; kreatif; karya; kesehatan; dan sosial.
            Menurut Nasution (2010:25), ada dua dimensi dalam psikologi adalah :
1.      Teori belajar (bagaimana anak belajar).
2.      Hakikat pelajar secara individual yang berkenaan dengan taraf motivasi, kesiapan, kematangan emosioanal, intelektual, dan latar belakang pengalaman.
            Manfaat psikologi dalam merancang dan memformula kurikulum ialah memberi arah terhadap tujuan pendidikan anak; memberi arah dalam memilih, mengorganisasikan pengalaman belajar; dan memberi pedoman dalam praktik belajar. Sehingga ada tiga disiplin ilmu psikologi yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kurikulum, yaitu : psikologi anak, psikologi perkembangan, dan psikologi belajar.
            Penguasaan guru terhadap teori-teori psikologi sangat membantu guru dalam menjalin interaksi yang menyenangkan dengan siswanya, dalam bentuk pemilihan metodologi pembelajaran yan sesuai dengan kondisi psikologi mereka.
            Selanjutnya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah :
1.      Anak bukan miniatur orang dewasa. Maksudnya tiap anak beda perlakuannya.
2.      Fungsi sekolah mengembangkan pribadi anak seutuhnya.
3.      Faktor anak harus diperhatikan.
4.      Anak harus dijadikan pusat pendidikan.
5.      Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain.

D. Azaz Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
            Pengetahuan berubah dan meluas dengan kelajuan yang kian cepat. Diperkirakan bahwa tiap tahun diterbitkan lebih dari 30.000 judul buku baru, belum lagi karangan-karangan ilmiah. Seorang imuan lulusan jurusan fisika mengatakan sebagian besar dari bahan pelajaran 15 tahun yang lalu telah berubah dan diganti dengan materi pelajaran baru. Bahkan seorang pemenang Nobel lulusan universitas 30 tahun yang lalu merasa tidak mampu lagi menempuh ujian sekolah menengah. (Nasution, 2010:34)
            Dari fenomena  di atas mengisyaratkan perkembangan ilmu pengetahuan dengan cepat berkembang melalui buku, belum dengan teknologi informasi sepertinya halnya internet. Bayangkan pemenang Nobel yang lalu tidak sanggup menghadapi ujian di SMP dan SMA pada saat sekarang. Secara tidak langsung, bagaimana pun kurikulum harus peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Karena sifat dari ilmu pengetahuan adalah berubah (relatif).
            Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab ilmu pengetahuan yang hanya ilmu untuk bahan bacaan tanpa praktik untuk kepentingan umat manusia hanyalah suatu teori yang mati. Sebaliknya praktik yang tanpa didasari oleh ilmu pengetahuan hasilnya akan sia-sia.
            Kurikulum tidak boleh meninggalkan kemajuan teknologi pendidikan. Peningkatan penggunaan teknologi pendidikan akan menyebabkan naiknya tingkat efektivitas dan efesien proses pembelajaran selalu menonjolkan peranan guru, terutama dalam memilih bahan dan penyampaiannya. Dengan majunya teknologi informasi, diharapkan bahwa mengajar adalah membuat pembelajaran diri sendiri. Selanjutnya, sistem penyampaiannya tidak harus dengan tatap muka antara guru dan siswa. Saat ini peran guru dapat digantikan dengan media instruksional baik yang berupa cetak maupun elektronik. Misalnya internet, komputer, dan sebagainya.

Kelompok III
Model-model Kurikulum dan Model-model Pengembangan Kurikulum

A. Kurikulum Subjek Akademis
            Modol kurikulum subjek akademis adalah suatu model kurikulum yang lahir dari teori pendidikan klasik yang berasumsi bahwa “ilmu pengetahuan dan nilai sudah terbentuk oleh para ilmuan masa lampau”. Oleh karena itu fungsi pendidikan adalah melestarikan dan mentransfer pengetahuan serta nilai-nilai tersebut kepada generasi berikutnya. Pada model ini yang menjadi penekanan adalah isi/bahan/pengetahuan dan strategi unutk menguasainya. Ada beberapa ciri-ciri dari model ini antara lain :
1.      Bertujuan memberikan pengetahuan sebagai disiplin ilmu untuk dikembangkan di tengah masyarakat.
2.      Motode yang digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri.
3.      Pola organisasi isi kurikulum yaitu : a. materi yang dikorelasikan; b. disusun dalam tema; c. integrasi; dan d. topic pemecahan masalah.
            Dengan demikian, kurikulum ini menekankan pada aspek pengetahuan (Mapel). Sebagaimana yang dibahas dalam pengembangan kurikulum adalah ilmu pengetahuan masa lalu (the fast), sekarang (the present), dan akan datang (the future). Adapun yang ilmu pengetahuan masa lalu seperti Matematika. Hingga sekarang Matematika sebagai disiplin ilmu tetap dilestarikan dan dikembangkan dengan penemuan baru bahkan diadakannya olimpiade matematika Internasional.

B. Kurikulum Humanistik
            Kurikulum humanistik adalah suatu model kurikulum yang menganut konsep aliran pendidkan pribadi yang berasumsi bahwa “anak merupakan inti dari kegiatan pendidikan”. Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan individu anak sehingga dalam penyusunan tujuan, isi, proses, dan evaluasi selalu memperhatikan kebutuhan, minat dan tujuan yang diinginkan para pelajar. Ada beberapa ciri model kurikulum ini antara lain :
1.      Menyediakan pengalaman dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian, baik kognitif, estetika, maupun moral.
2.      Menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan murid.
3.      Menekankan kesatuan perilaku, baik yang bersifat intelektual, emosional, maupun tindakan.
4.      Memberikan pengalaman yang menyeluruh.
            Dengan demikian model kurikulum ini menekankan pada aspek kebutuhan anak didik (psikologis). Bagaimana pun kurikulum harus memberikan apa yang menjadi kebutuhan anak didik sebagai pusat pendidikan. Sebagai pusat pendidikan, anak didik harus dikelola dengan baik agar terciptanya anak didik yang cerdas intelektual, emosional, dan moral. Tidak lain pendidikan diselenggarakan untuk melahirkan anak terampil dan sesuai dengan harapan bangsa dan masyarakat.
C. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
            Model kurikulum rekonstruksi sosial adalah suatu model kurikulum yang menganut konsep pendidikan interaksional yang lebih memusatkan kepada problema-problema sosial yang harus dipecahkan melalui pendidikan. Ada beberapa ciri model kurikulum ini antara lain :
1.      Menghadapkan para siswa kepada masalah-masalah masyarakat yang bersifat universal.
2.      Kegiatan belajar dipusatkan kepada masalah-masalah yang mendesak.
3.      Pola organisasi disusun seperti roda, dengan menempatkan tema utama masalah yang dibahas secara pleno (diskusi). Kemudian dijabarkan menjadi sejlah topic yang dibahas dalam diskusi kelompok.
            Dengan demikian, kurikulum rekonsturksi sosial menekankan pada aspek masalah sosial di masyarakat melalui pendidikan (sosiologis). Seperti konflik, narkoba, prostitusi, criminal, dan sebagainya. Kurikulum harus mampu memecahkan permasalahan sosial di masyarakat dengan cara memasukkan masalah-masalah sosial di masyarakat dalam kurikulum untuk dipecahkan melalui dunia pendidikan. Salah satunya adalah mata pelajaran sosiologi. Dengan itu, kurikulum dapat dianggap memenuhi kebutuhan masyarakat.

D. Kurikulum Teknologis
            Kurikulum teknologis memiliki kesamaan dengan kurikulum subjek akademis yang menekankan penguasaan isi kurikulum dengan tujuan memiliki atau penguasaan kompetensi. Untuk menunjang efesiensi dan efektifitas pendidikan yang ditunjang oleh penggunaan alat-alat pendidikan. Ada beberapa ciri model kurikulum ini antara lain :
1.      Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
2.      Para siswa belajar secara individual melalui media buku atau elektronik.
3.      Para siswa diberi penjelasan mengenai pentingnya bahan yang harus dipelajari.
4.      Kemajuan siswa dapat segera diketahui.
5.      Organisasi bahan ajar banyak diambil dari disiplin ilmu yang terseleksi sehingga mendukung penguasaan kompetensi.
6.      Evaluasi dilakukan setiap akhir suatu pelajar (formatif) atau semester (sumatif).
            Dengan demikian, kurikulum ini menekankan pada aspek penggunaan teknologi (iptek) dalam pembelajaran untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas pembelajaran. Teknologi sebagai alat bantu hanya bersifat mempermudahkan tetapi yang menentukan adalah kualitas anak didik dan kualitas guru (Amir Rusdi). Kita contohkan dengan pendidikan yang diajarkan oleh Rasulullah tanpa menggunakan alat bantu tetapi melahirkan intelektual besar seperti Ali bin Abi Thalib dan sahabat lainnya. Yang menjadi andalan Rasulullah adalah kepribadian dan selarasnya perkataan dengan perbuatan.

           Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian terhadap kesempatan belajar untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang dinginkan pada diri siswa. Sebagai suatu proses, dalam mengembangkan suatu kurikulum membutuhkan pola kerja yang berfungsi  sebagai pedoman dalam menjalani proses tersebut : yaitu model pengembangan kurikulum (Amir Rusdi, 2010:11).

A. Kelompok Pendekatan Deduktif
            Model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan deduktif (deductive Approach) adalah model yang dikembangkan oleh Saylor dkk (Curriculum Planning For Better Teaching and Learning), Oliva (Developing The Curriculum), dan Tyler (Basic Principles of Curriculum and Instruction). Berikut dikemukan salah satu model dengan pendekatan deduktif yang dikemukan oleh Tyler (Tyler’s Model/Rational Model).
Model Tyler
            Model pengembangan kurikulum Tyler dikembangkan dari pertanyaan mendasar secara berurutan sebagai berikut :
1.      What educational purposes should the seek to attain ? (Perumusan tujuan pendidikan)
2.      What educational experiences can be provided that likely to attain these purposes ? (Penseleksian pengalaman belajar (strategi belajar mengajar dan isi)).
3.      How can these educational experiences be effectively organized ? (Mengorganisasikan pengalaman belajar (metode dan isi)).
4.      How can we determine whether purposes are being attainted ? (Menentukan bentuk dan jenis evaluasi hasil dari aktivitas belajar mengajar).
            Menurut Tyler, tujuan merupakan hal yang penting dan dianggap sebagai langkah awal (starting pont) untuk menentukan subtansi kurikulum berikutnya. Selanjutnya dilakukan penyeleksian (strategi dan isi) pengalaman belajar, mengorganisir (metode) pengalaman belajar, dan diakhiri dengan evaluasi (penilaian).

B. Kelompok Pendekatan Induktif
            Model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan induktif adalah model yang dikembangkan oleh Hilda Taba (Curriculum Development, Thoery, and Practice). Berikut dikemukan salah satu model dengan pendekatan induktif yang dikemukan oleh Hilda Taba (Taba’s Model).
Model Taba
            Model pengembangan kurikulum Taba melewati proses, prosedur dan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Mendiagnosis kebutuhan.
2.      Perumusan tujuan.
3.      Penseleksian isi.
4.      Pengorganisasian isi.
5.      Penseleksian pengalaman belajar (strategi dan proses).
6.      Pengorganisasian pengalaman belajar.
7.      Penentuan bentuk, jenis, cara dan alat evaluasi.
            Dalam model Taba, yang didahulukan adalah mendiagnosis kebutuhan. Maksudnya mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan anak didik dan masyarakat. Selanjutnya merumuskan tujuan hinga tahap evaluasi. Dengan demikian model Tyler diawali dengan perumusan tujuan. Sedangkan Taba diawali dengan mendiagnosis kebutuhan.
            Pada dasarnya setiap model pengembangan kurikulum dalam operasional selalu berproses pada empat elemen kurikulum yang sama, yaitu : tujuan, isi, metode, dan evaluasi. Namun dalam mekanisme kerjanya beda.

Kelompok IV
Jenis-jenis Kurikulum

A. Kurikulum Resmi
            Kurikulum resmi adalah kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, cita-cita tersebut dituangkan dalam bentuk dokumen kurikulum.
            Kurikulum resmi merupakan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah dalam bentuk dokumen yang masih berupa rencana/belum terlaksana. Dalam KTSP, kurikulum resmi hanya berisi tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Sedangkan Indikator Hasil Belajar (IHB) dibuat oleh masing-masing guru bidang studi. KTSP menghendaki setiap guru menjadi guru yang mandiri dan kreatif dalam membuat suasana belajar yang menyenangkan.

B. Kurikulum Operasional
            Kurikulum operasional adalah kurikulum resmi yang terlaksana dalam proses pembelajaran dan pengajaran.
            Kurikulum operasional merupakan kurikulum yang benar-benar terlaksana di lapangan atau di dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh setiap guru bagaimana kurikulum yang resmi dapat diimpelementasi dalam proses pembelajaran. Misalnya guru menulis dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan menggunakan metode demonstrasi dalam materi tata cara berwudhu dan metode itu benar-benar dilaksanakan dalam proses pembelajaran.

C. Kurikulum Tersembunyi
            Kurikulum tersembunyi adalah kegiatan pembelajaran yang tidak tertulis atau nilai-nilai yang terdapat di lingkungan yang tidak direncanakan dan tidak dilaksanakan secara sistematis tetapi berpengaruh pada pembentukan karakter anak didik. Kurikulum ini berisi tentang nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh guru tanpa ada unsur perencanaan. Misalnya guru tepat waktu masuk kelas, nilai yang bisa diambil oleh murid ialah nilai kedisplinan atau dosen tarbiyah memakai celana dasar di saat mengajar.

D. Kurikulum Ekstra
            Kurikulum ekstra adalah kurikulum tambahan yang direncanakan oleh pihak sekolah untuk memberikan pengetahuan tambahan dan pengalaman tentang kehidupan. Ada beberapa manfaat kurikulum tambahan yaitu :
1.      Meningkatkan keterampilan di bidang bakat. Misalnya seni rebana dan band.
2.      Hidup mandiri.
3.      Menambahkan pengetahuan.
4.      Membangkitkan jiwa sosial dan dlll.
            Adapun yang termasuk kurikulum ekstra adalah semua kegiatan tambahan yang diselenggarakan oleh sekolah seperti Rebana, Band, PMII, Pramuka, PHBI, dan lain sebagainya.

E. Kurikulum Nol
            Kurikulum nol adalah kurikulum yang tidak tertulis/di luar kurikulum yang ada tetapi dianggap penting. Misalnya guru menyuruh anak didiknya untuk mencari bahan ajar (sumber belajar) suatu pembahasan di perpustakaan.

Kelompok V
Proses Pengembangan Kurikulum

A. Penilaian Kebutuhan
            Penilaian kebutuhan merupakan langkah awal yang penting dan mendasar dalam mengembangkan suatu kurikulum untuk menghasilkan kurikulum yang representative (cakap, tepat) dan relevan dengan kebutuhan masyarakat (Amir Rusdi, 2010:7).
            Penilaian kebutuhan merupakan hal yang penting agar kurikulum tersebut sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan azaznya yaitu sosiologis serta hal yang harus dipertimbangkan dalam perumusan tujuan kurikulum.
1.      Karakteristik Penilaian Kebutuhan
            Menurut Kaufman dalam Amir Rusdi (2010:7), ada tiga karakteristik penilain terhadap kebutuhan dalam mengembangkan suatu kurikulum sebagai berikut :
a)      Data harus mengambarkan dunia nyata peserta didik dan masyarakat, baik kini maupun masa yang akan datang.
b)      Tidak ada penetapan kebutuhan yang final dan sempurna karena bersifat tentatif dan validitas pernyataan itu seharusnya ditinjau secara terus menerus.
c)      Kebutuhan seharusnya diidentifikasi dalam hubungannya dengan produk atau tingkah laku nyata, bukan dalam hubungannya dengan proses.
            Dalam penilaian kebutuhan mempunyai karakteristik di antaranya : data harus sesuai dengan realita (benar-benar terjadi) di kalangan peserta didik dan masyarakat; dalam penetapan kebutuhan tidak ada keputusan final karena kebutuhan masyarakat selalu berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman dan ditinjau terus menerus; dan kebutuhan dihubungan dengan hasil (produk) bukan dengan proses yang berlangsung.
2.      Dimensi-dimensi Penilaian Kebutuhan
            Menurut Kaufman dalam Amir Rusdi (2010:8), ada empat dimensi yang harus menjadi pertimbangan dalam melakukan penilain kebutuhan yaitu :
a)      Sifat pendidik
Pendidik merupakan faktor yang menentukan dalam proses belajar mengajar. Hal ini karena peran dan tanggungjawabnya yang sangat besar dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Menurut Nana Syaodih N.S, sebagai guru professional, guru bukan hanya dituntut melaksanakan tugasnya secara professional, tetapi juga harus memliki pengetahuan dan kemampuan professional. Selanjutnya Amstrong & Savage, menjelaskan mengenai peran dan tanggungjawab guru, disamping sebagai pengajar, maka guru juga berperan sebagai pengelola pendidikan dan pembelajaran, pengevaluasi program, konselor dan anggota organisasi profesi kependidikan.
b)      Sifa pelajar
Pelajar merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pendidikan, peserta didik secara individual memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal kebutuhan, perkembangan fisik dan psikis, kemampuan, bakat, minat, dan intelegensia. Maka semua aspek tersebut harus diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan dalam proses pengembangan suatu kurikulum.
c)      Sifat masyarakat
Masyarakat di mana kegiatan pendidikan dan pembelajaran itu  berlangsung adalah komunitas yang akan menerima produk pendidikan tersebut. Produk dari suatu kurikulum secara tidak langsung diperuntukan bagi masyarakat. Oleh karena itu, menurut Nana Syaodih, dalam mengembangkan kurikulum, aspek-aspek perkembangan di masyarakat seperti perubahan pola pekerjaan, perubahan peranan wanita, perubahan kehidupan keluarga dan tuntunan serta kebutuhan lainnya harus menjadii bahan kajian dan bahan pertimbangan bagi para pengembang kurikulum.
d)     Sifat ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan, baik perkembangan dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan itu sendiri, maupun dengan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan itu. Perubahan dan perkembangan sudah menjadi ciri atau sifat pengetahuan. Dimensi ini harus dipertimbangkan, terutama dalam penseleksian isi pendidikan yang akan dimasukkan dalma suatuu kurikulum.
            Berbeda dengan Skillbeck, focus analisis terhadap kebutuhan dalam mengembangkan suatu kurikulum pendidikan menjadi dua faktor pokok, yaitu :
a)      Faktor eksternal mencakup : a. perubahan-perubahan budaya masyarakat serta kebutuhannya; b. kebutuhan dan tantangan dalam sistem pendidikan; c. sifat mata pelajaran yang terus menuntut peninjauan dan perubahan disesuaikan dengan perkembangan dunia luar; d. sistem yang mendukung kemajuan guru; dan e. sumber-sumber pendukung pendidikan.
b)      Faktor internal mencakup : a. peserta didik; b. guru; c. iklim dan lingkugan sekolah; d. sarana fasilitas; dan kebutuhan murid, orang tua, guru, dan masyarakat.
            Dari pendapat  di atas, para ahli mengenai faktor-faktor yang harus menjai focus perhatian dan bahan pertimbangan dalam mengambangkan suatu kurikulum pendidikan, kesemuanya memiliki sudut pandang yang sama, yaitu bagaimana hasil penilaian terhadap kebutuhan menghasilkan informasi atau data yang benar-benar mengambarkan jenis dan tingkat kebutuhan serta tuntutan masyarakat dimana kurikulum itu akan dikembangkan. Dengan berlandaskan kepada data dan informasi yang representataif itu diiharapkan akan dapat menghasilkan suatu kurikulum yang betul-betul representative dari masyarakat.
3.      Langkah-langkah Penilaian Kebutuhan
            Dalam melakukan penilaian terhadap kebutuhan ada beberapa langkah berikut ini yang dapat dilalui, meskipun dalam prakteknya langkah-langkah tersebut tidak berlaku secara kaku, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari faktor-faktor yang dinilai, namun tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dan dimaksukan dalam langkah-langkah tersebut. Menurut English & Kaufman dalam Amir Rusdi (2010:10) merumuskan langkah- langkah dalam melakukan penilaian terhadap kebutuhan sebagai berikut :
a)      Tahap persiapan perencanaan.
b)      Merumuskan tujuan sementara yang berdasarkan kajian teoritis dan pendapat para pakar.
c)      Memvalidasi tujuan sementara tentang kesesuainnya dengan melibatkan para pendidik dan lainnya.
d)     Memprioritaskan tujuan untuk mengetahui rangking tujuan- tujuan tersebut sesuai dengan kepentingannya dengan melibatkan siswa, guru dan civitas akademika sekolah.
e)      Penjabaran tujuan dari bentuk pernyataan ke dalam standar performa yang dapat diukur.
f)       Memvalidasi standar performa untuk melihat akurasi penjabaran dari tujuan umum ke tujuan khusus dan juga mengetahui tentang penspesifikasian tujuan-tujuan penting.
g)      Memprioritaskan kembali tujuan dengan melibatkan sampling kedua dari siswa, staf, dan masyarakat.
h)      Memasukkan tujuan-tujuan yang berorientasi ke masa depan melalui teknik Delphi.
i)        Perangkingan kembali tujuan berdasarkan penelitian dan studi prediktif.
j)        Menyeleksi alat tes yang berhubungan dengan performa siswa.
k)      Membandingkan data yang terkumpul yang disajikan lewat table, skema, dan lainnya.
l)        Penyusunan daftar kebutuhan sementara.
m)    Memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan rangking kepentingannya dan dilakukan seperti pada langkah ke empat.
n)      Mempublikasikan hasil penilaian kebutuhan yang dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan mengenai kebutuhan.
4.      Teknik Penilaian Kebutuhan
            Teknik yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kebutuhan adalah metode dan teknik seperti yang digunakan pada penelitian umumnya. Penilaian kebutuhan sesungguhnya merupakan pendekatan evaluative.

B. Perumusan Tujuan Pendidikan
1.      Sumber-sumber Tujuan
            Menurut Tyler dalam Amir Rusdi (2010:14), ada tiga sumber pokok yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tujuan-tujuan dari suatu program pendidikan, yaitu : Peserta didik; Kehidupan nyata di masyarakat di luar sekolah; dan para ahli bidang studi yang menguasai dan mengikuti perkembangan pengetahuan.
            Begitu juga dengan Nana Syaodih dalam Amir Rusdi (2010:14), tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal, yaitu : Perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat; dan Didasari oleh pemikiran yang terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
            Dengan demikian, kurikulum dibuat berdasarkan falsafah negara (filosofis), kebutuhan dan kondisi masyarakat (sosiologis), peserta didik (psikologis), dan perkembangan ilmu pengetahuan (iptek).  Kurikulum sebagai inti dari pendidikan yang memuat keempat dasar tersebut harus dilakukan tinjauan secara terus menerus karena dasar tersebut selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
2.      Kategori Tujuan
            Dalam dunia pendidikan, ada tiga kategori tujuan yaitu : a) Tujuan umum (Aims) yang merupakan tujuan jangka panjang yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 7. b) Tujuan jangka menengah (Goals) yaitu tujuan yang dirumuskan oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. c) Tujuan jangka pendek (Objectives) yaitu tujuan yang dirumuskan oleh bidang studi baik tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
3.      Karakteristik Tujuan Umum dan Khusus
            Karakteritsik tujuan umum :
a)      Rumusan tujuan merupakan jabaran atau berhubungan dengan tujuan pendidikan secara umum (aims) dan filsafat
b)      Bersifat progmatis, artinya meskipun tujuan tersebut berbicara mengenai satu atau lebih bidang kurikulum, namun tujuan umum tersebut tidak menggambarkan mata pelajaran tertentu atau item-item isi kurikulum
c)      Merujuk kepada pencapaian tujuan secara kelompok
d)     Dinyatakan dalam rumusan secara umum sehingga menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum
e)      Dirumuskan secara luas sehingga dapat mengarahkan tujuan kurikulum yang lebih spesifik
            Karakteristik Tujuan khusus :
a)      Menggambarkan tingkah laku yang diharapkan dicapai oleh peserta didik.
b)      Menggambarkan criteria- criteria tingkat penguasaan sisiwa yang dikehendaki.
c)      Menggambarkan kondisi-kondisi dimana tingkah laku tersebut akan diterapkan
4.      Prinsip-prinsip dalam Merumuskan Tujuan
            Brady, L dalam Amir Rusdi (2010:)merumuskan tujuh prinsip utama dalam merumuskan tujuan pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
a)      Cakupan Tujuan (Scope), mengacu pada keluasan tujuan yang dirumuskan sehingga mencakup atau menggambarkan produk pendidikan dan pembelajaran yang akan dihasilkan. Cakupan tujuan menjadi acuan bagi semua aktivitas atau pengalaman pendidikan dan pembelajaran.
b)      Kesesuaian Tujuan (Suitibility), berhubungan dengan relevansi antara tujuan yang dirumuskan dengan tingkat perkembangan  peserta didik (kelas, umur, dll) dan relevansinya dengan konteks pengetahuan dan kebutuhan masyarakat (baik cakupan secara sempit (lembaga pendidikan dimana kurikulum itu diterapkan) atau dalam arti luas.
c)      Validitas Tujuan (Validity), merumuskan tujuan seharusnya merefleksikan realitas yang akan mereka nyatakan atau gambarkan.
d)     Keterlaksanaan Tujuan (Feasibility), merujuk pada rumusan tujuan yang betul-betul yang akan dicapai oleh peserta didik.
e)      Keselarasan Tujuan (Compability), tiap-tiap tujuan harus selaras atau konsisten dengan tujuan yang lain yang dinyatakan untuk kelas, bidang studi dan sekolah
f)       Keterincian/Ketetapan (Specificity), rumusan tujuan harus terperinci, jelas dan tepat.
g)      Kejelasan Tujuan (Interpretability), sebagai suatu prinsip bahwa rumusan tujuan yang disusun  sejelas mungkin sehingga muda di interpretasikan, dipahami, dan dijabarkan oleh orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaanya, seperti kepada sekolah, guru, dan lainnya.
5.      Taksonomi Tujuan Pendidikan
Tujuan yang dirumuskan dalam suatu kurikulum baik secara umum (goals) maupun rumusan tujuan yang spesifik (objectives) dapat menggambarkan tiga aspek kemampuan,  yaitu kognitif, afektif dan  psikomotorik.
a)      Aspek Kognitif (Cognitive domain), diklasifikasikan oleh Bloom, B, yaitu Pengetahuan (Knowledge), pemahaman (Comprehension), aplikasi (Application), analisis (Analisys), sintesis (Synthesis), dan evaluasi (Evaluation).
b)      Aspek Afektif (Affective domain), Krathwohl, dkk mengklasifikasikaan aspek ini menjadi lima, yaitu : Menerima (receiving), merespon (responding), menilai (valuing), pengorganisasian nilai (organization), dan pengkarakteristikan (characterization).
c)      Aspek psikomotorik (Psycomotor domain), Harrow, A. J, mengklasifikasikan aspek ini ke dalam enam tingkatan, yaitu : Gerakan reflex (Reflex movements), kemampuan bersifat pengamatan (perceptual abilities), gerak bersifat fundamental-dasar (Basic-Fundamental abilities), kemampuan yang bersifat fisik (Physical abilities), gerak-gerak yang bersifat keterampilan (Skilled moements), kemampuan berkomunikasi secara teratur (non-discursive communication).
C. Penyeleksian Pengalaman Belajar (Isi dan Strategi)
1.      Prinsip-prinsip umum dalam menyeleksi pengalaman belajar
Tyler merumuskan beberapa prinsip penyeleksian pengalaman belajar dalam hubungan dengan isi, strategi dan faktor pendidikan lainnya, yaitu :
a.       Aktivitas  belajar harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk menerapkan jenis tingkah laku yang dikehendaki oleh tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
b.      Aktivitas belajar harus diseleksi sesuai dengan bakat dan minat peserta didik sehingga mereka memperoleh kepuasaan dari pelaksanaan jenis tingkah laku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
c.       Aktivitas belajar seharusnya sesuai dengan batas kemungkinan peserta didik untuk terlibat dengan memperhatikan tingkat pengetahuan, kesiapan, latar belakang, dan keadaan mental peserta didik.
d.      Aktivitas belajar dapat dipilih secara bevariasi sepanjang aktivitas tersebut sesuai dengan criteria- criteria dan prinsip belajar efektif.
e.       Aktivitas belajar diupayakan disamping untuk mencapai suatu jenis prilaku tertentu, juga secara bersamaan  dapat memberikan kemungkinan kepada peserta didik untuk memperoleh dan mengembangkan jenis kemampuan atau prilaku lainnya.
2.      Karakteristik Pengalaman Belajar
      Tyler merumuskan beberapa karakteristik pengalaman belajar yang bermanfaat dalam usaha mencapai berbagai jenis tujuan, yaitu
a.       Pengalaman belajar itu dapat mengembangkan keterampilan berfikir peserta didik.
b.      Pengalaman belajar itu membantu dalam mendapatkan informasi.
c.       Pengalaman belajar itu diarahkan untuk mengembangkan sikap social.
d.      Pengalaman belajar itu dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan minat, baik yang berhubungan dengan proses atau aktivitas belajar maupun dalam hubunganya dengan tujuan akhir yang akan dicapai (usaha dalam memberikan kepuasan).
3.      Penyeleksian Isi Kurikulum
a.       Isi kurikulum, mencakup tiga aspek, yaitu pengetahuan, proses dan nilai. Dari aspek tersebut diarahkan untukm mencapai tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik
b.      Kriteria dalam penyeleksian kurikulum, Print dan Brady, L merumuskan beberapa criteria yang dijadikan kerangka kerja (Framework) untuk memfasilitasi isi atau bahan ajar ke dalam suatu kurikulum, yaitu Signifikasi (Significance), Validitas (Validity), Relevansi dengan kebutuhan masyarakat (Social relevance), Kemanfaatan (Learnability), dan sesuai minat peserta didik (Interest)
4.      Penyeleksian Strategi Pembelajaran
Strategi adalah suatu cara (dalam arti luas), yaitu mencakup metode, prosedur, dan teknik yang digunakan oleh guru dalam penyampaian materi dan menciptakan suasana yang efektif dan efesien.
a.       Macam-Macam Strategi Pembelajaran, contohnya diskusi kelompok kecil, prektek laboratorium, pemecahan masalah, studi lapangan, riset keperpustakaan, dan lainnya.
b.      Prinsip-prinsip Penyeleksian Strategi Pembelajaran, Olivia merumuskan beberapa prinsip sebagai acuan dalam memilih staregi belajar-mengajar, yaitu
1)   Bagi pelajar, harus memenuhi kebutuhan dan minat peserta didik serta sesuai dengan gaya belajar mereka.
2)   Bagi Guru, strategi belajar mengajar harus bekerja untuk guru secara individual.
3)   Harus sesuai dengan waktu yang tersedia.
4)   Harus sesuai dengan sumber-sumber belajar yang tersedia.
5)   Sesuai dengan ketersedian fasilitas atau sarana.
6)   Strategi belajar mengajar diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
c.       Pengorganisasian pengalaman Belajar (Isi dan Strategi)
1)      Kriteria pengorganisasian pengalaman belajar secara umum dijelaskan oleh tyler dengan tiga criteria, yaitu : Kontinuitas, Urutan, Keterpaduan
2)      Pengorganisasian Isi, merupakan suatu proses penerapan prinsip-prinsip dalam penyusunan isi kurikulum ke dalam katagori yang sistematis yang bertujuan memfasilitasi belajar.
3)      Prinsip-prinsip pengorganisasian isi kurikulum, Print merumuskan dua prinsip pokok, yaitu ;
a)    Cakupan isi kurikulum (Scope of curriculum content), berhubungan dengan keluasan dan kedalaman materi mengacu kepada alokasi waktu, materi inti yang gharus diajarkan dan dikuasai peserta didik, kebutuhan-kebutuahan khusus peserta didik, keterpaduan isi atau materi, dan tingkat kebutuhan terhadap isi dan materi kurikulum
b)   Urutan isi Kurikulum, Print merumuskan, yang intinya urutan isi kurikulum sebaiknya : Disusun dari materi yang sederhana sampai ke materi yang kompleks, Dimulai dari isi/materi pengetahuan yang bersifat prasyarat, Materi diurutkan secara kronologis sesuai dengan urutan peristiwa, Diurutkan dari yang bersifat umum sampai ke spesifik, Diurutkan dari konsep yang konkrit sampai ke abstrak.
c)    Struktur Organisasi Isi Kurikulum, Tyler mengemukakan empat eleman struktur organisasi isi kurikulum yang dikelompokkan berdasarkan lingkup isi /materi, yaitu :
(1)   Mata pelajaran Khusus, seperti Geografi, fisika, biologi, dan lainnya. Dalam pendidikan Islam, seperti : Nahwu, shorof, tafsir, dan lainnya
(2)   Bidang studi, seperti IPA, IPS, Bahasa, Matematika, dan lainnya. Dalam PAI, seperti Fiqih, Bahasa Arab, Aqidah Akhlaq, dll
(3)   Kurikulum Inti, gabungan dari beberapa bidang studi atau beberapa mata pelajaran
(4)   Program studi yang terdiri dari satu unit program dan biasanya diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan non-formal
d)     Proses Perencanaan Organisasi Kurikulum, Tyler merumuskan :
(1)   Penentuan struktur organisasi isi kurikulum (mata pelajaran, program studi, program inti)
(2)   Penentuan prinsip pengorganisasian bersifat umum yang akan diikuti dalam masing-masing bidang yang ditetapkan
(3)   Penentuan jenis unit materi dari tingkat bawah (pokok-pokok bahasan, topic-topik atau pengajaran unit).
(4)   Pengembangan rencana-recana yang fleksibel sehingga rencana tersebut mudah dimodifikasi sisesuaikan dengan kebutuhan, minat dan kemampuan tiap-tiap kelompok peserta didik
(5)   Penggunaan guru-siswa untuk aktivitas tertentu yang melibatkan kelas tertentu.


e)      Perkembangan Kognitif dan Pengorganisasian Isi
Teori perkembangan kognitif Piaget mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif (intelektual) anak menjadi bahan acuan dan pertimbangan dalam pengorganisasian isi. Teori Piaget diringkas oleh David Pratt, sebagai berikut :
(1)   Tahap sensorik, mulai sejak lahir sampai umur 2 tahun.
(2)   Tahap Pre-oprasional, muali umur 2 tahun sampai 7tahun.
(3)   Tahap operasi kongkrit, muali umur 7tahun sampai 12 tahun.
(4)   Tahap operasi formal, umur 12 sampai 16 tahun.
D. Penentuan Bentuk Evaluasi
            Evaluasi adalah alat pendidikan untuk melihat sejauh mana pendidikan yang telah dilakukan terlaksana baik dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut. Sejalan dengen itu pula, evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya. Hasil–hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam  memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan system pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru, kepala sekolah, dan pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pengajaran, metode, media, cara penilaian dan lainnya.
1.      Pengertian Evaluasi
Tyler menjelaskan bahwa evaluasi merujuk kepada proses untuk menentukan tingkat perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. Dalam redaksi lain, evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan secara actual direalisasikan oleh program kurikulum dan pembelajaran.
Evaluasi digunakan untuk menilai tingkat ketercapaian peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan dan menilai keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran ditemukan tiga istilah
a.       Pengukuran (Measurement), berhubungan dengan performan atau perilaku peserta didik, biasanya dinyatakan dalam bentuk kualitatif
b.      Penilaian (Assessment), cakupan lebih luas dari pengukuran, yaitu adanya kegiatan interpretasi dan reinterpretasi (penanfsiran ulang) terhadap data hasil pengukuran.
c.       Evaluasi (Evaluation), proses pengambilan keputusan (judgment) berdasarkan interpretasi data/informasi yang diperoleh dari pengukuran dan penilaian.
2.      Jenis Evaluasi
Ada tiga jenis evaluasi, yaitu :
a.       Evaluasi Formatif (Formative Evaluation), diarahkan untuk menyediakan informasi mengenai kinerja, kemajuan belajar peserta didik pada tahap tertentu.
b.      Evaluasi Sumatif (Summative Evaluation), diarahkan dalam rangka memperoleh informasi atau data mengenai tingkat penguasaan materi, perubahan tingkah laku, keefektifan strategi belajar-mengajar dan lainnya yang bersifat menyeluruh pada akhir suatu program pembelajaran (semester/cawu, kelas, sekolah).
c.       Evaluasi diagnostic (Diagnostic evaluation), dilakukan  untuk mendapatkan data mengenai kemampuan dan penguasaan peserta didik terhadap materi. Dan informasi ini akan digunakan sebagai pertimbangan dalam memecahkan masalah-masalah belajar-mengajar yang dihadapi.
3.      Alat-Alat Evaluasi
Adapun istrumen-instrumen atau alat yang digunakan dalam evaluasi, diantarannya :
a.       Tes yang terstandar (Standard test),
b.      Tes yang dibuat guru (Teacher-Made Test),
c.       Tes lisan (Oral Test)
d.      Observasi yang sistematis (Systematic Observation),
e.       Interview
f.       Kuesioner
g.      Ceklis dan skala tingkat (Checklist & Rating Scale),
h.      Catatan-catatan yang penting mengenai peserta didik (Anecdotal Records)
4.      Prosedur Evaluasi
Tyler merumuskan, sebagai berikut :
a.       Pengidentifikasian tujuan-tujuan yang di evaluasi secara jelas
b.      Mengidentifikasi situasi-situasi  yang akan memberikan peluang kepada peserta didik untuk menampakkan prilaku yang dikehendaki pendidikan
c.       Menyeleksi dan menentukan alat evaluasi
d.      Penyusunan alat evaluasi
e.       Mengadakan uji coba alat ealuasi untuk melihat tingkat bjektivitas, reabilitas, dan validitas
f.       Menentukan criteria atau batasan-batasan yang digunakan untuk menilai catatan prilaku yang diperoleh.
5.      Fungsi Evaluasi
Print merumuskan beberapa fungsi, yaitu
a.       Evaluasi penting dalam rangka menyediakan umpan balik kepada para pelaajar. Data mengenai kinerja peserta didik dapat dijadikan pertimbangan dan memperbaikai kinerja guru dan pengembanagan kurikulum di masa akan datang.
b.      Evaluasi penting dalam menentukan seberapa jauh para peserta didik telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
c.       Evaluasi menyediakan informasi untuk memperbaiki kurikulum.
d.      Informasi dari evaluasi dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam membuat keputusan personal
e.       Evaluasi menyediakan informasi yang berguna bagi pengembang kurikulum untuk menilai atau mengkalsifikasikan tujuan yang telah ditetapkan.
f.       Evaluasi menjadi bahan informasi bagi orang tua, system pendidikan, unviersitas, pemerinytah, dan lainnya mengenai kinerja peserta didik atau produk pendidikan yang dihasilkan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan yang lebih efektif.
      Secara khusus Popham, W. J merumuskan empat fungsi penilaian dalam hubungannya dengan usaha melihat kemajuan dalam proses belajar-mengajar ;
a.         Untuk mendiagnosis kemampuan da kelemahan kinerja peserta didik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
b.         Untuk memonitoring kemajuan belajar peserta didik.
c.         Untuk menentukan tingkat kemajuan belajar peserta didik.
d.        Untuk menentukan eektifitas pembelaajaran.

Kelompok VI
Pengertian, Tujuan, Dasar, dan Karakteristik Pendidikan Agama Islam

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam
            Menurut Ahmad D. Marimba (1986:23), Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan kata lain, Beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (2009:86), Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadi ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
            Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah pemberian bimbingan jasmani dan rohani terhadap anak didik yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim yang utuh. Kepribadian muslim yang utuh yaitu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam yang telah diyakininya untuk kebahagian di dunia dan akhirat.

B. Tujuan Pendidikan Agama Islam
            Menurut Zakiah Daradjat dalam Amir Rusdi (2010:28), tujuan dari pendidikan agama Islam adalah menghambakan diri atau mengabdikan diri kepada Allah. Namun kata dari “menyembah” memiliki makna yang luas, tidak hanya terbatas dalam hal ritual melainkan mencakup semua aspek kehidupan manusia di muka bumi. Aspek tersebut adalah hubungan dengan Allah, sesama manusia, alam, dan diri pribadi. Hal ini telah difirmankan oleh Allah Swt. :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
            Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat:56).
            Pendidikan agama Islam menghendaki hamba Allah mengabdi hanya kepada Allah. Mengabdi disini diartikan melakukan segala perbuatan dengan niat ibadah kepada Allah dan ibadah tersebut sebagai wujud kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Yang terpenting, seluruh kegiatan umat manusia di muka bumi ini berlandaskan pada ajaran Islam karena diyakini bahwa ajaran tersebut mengajarkan kebenaran dan mengantar kepada keselamatan di dunia dan akhirat.

C. Dasar Pendidikan Agama Islam
            Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arahan kepada tujuan yang akan dicapai sekaligus sebagai landasan (Ramayulis:121). Setiap agama manusia di muka bumi ini memiliki dasar pendidikan agama tersendiri, termasuk agama Islam. Dasar tersebutlah yang menjadi sumber dan landasan dalam setiap beramal.
            Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber/dasar ajaran Islam yang utama adalah Al-Quran dan As-sunnah, sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk memahami keduanya. Hal ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu Allah Swt. Yang penjabarannya dilakukan oleh Muhammad Saw (Abuddin Nata:67-68). Rasulullah Saw. bersabda :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما :كتاب الله و سنة رسوله
            Artinya : Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik)
            Dasar pendidikan agama Islam yang utama adalah Al-qur’an dan Hadits. Al-qur’an merupakan firman Allah yang berisi ajaran kebenaran. Islam sebagai agama samawi yaitu agama yang berasal dari Allah, tentunya Al-quran sebagai firman harus dijadikan sebagai landasan bagi umat manusia yang meyakini kebenaran agama-Nya. Al-quran dijadikan sebagai landasan pendidikan agama Islam karena terpeliharanya kemurnian Al-quran dari campur tangan makhluk-Nya, tidak seperti kitab lain seperti Injil. Al-qur’an merupakan kitab yang komplet yaitu berisi tentang semua aspek kehidupan umat manusia seperti hukum, ilmu, sosial, teknologi, nasehat, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Hadits dijadikan sebagai sumber utama ajaran Islam karena hadits merupakan penjabaran dari Al-quran serta dijadikannya Muhammad sebagai suri tauladan bagi umatnya. Sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena eratnya keterkaitan keduanya. Telah dijelaskan dalam hadits bahwa jika berpegang kepada keduanya maka tidak akan mengalami kesesatan di dunia dan akhirat;.

D. Karakteristik Pendidikan Agama Islam
            Karakteristik merupakan sifat atau ciri-ciri dasar yang mengambarkan tentang sesuatu agar dapat dikenal. Adapun karakteristik pendidikan agama Islam dijelaskan sebagai berikut :
1.               Pendidikan Islam merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti.
Pendidikan Agama Islam mengikuti aturan atau garis-garis yang sudah jelas dan pasti serta tidak dapat ditolak dan di tawar. Aturan itu adalah Wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, semua yang terlibat dalam Pendidikan Agama Islam itu harus senantiasa berpegang teguh pada aturan ini.
2.               Pendidikan Agama Islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya.
Sisi pertama yaitu agama lebih menekankan pada kehidupan akhirat. Sedangkan sisi kedua yaitu pengetahuan lebih cenderung menekankan pada kehidupan dunia namun, kedua sisi ini tidak dapat dipisahkan karena terdapat hubungan sebab akibat, oleh karena itu, kedua sisi ini selalu diperhatikan dalam setiap gerak dan usahanya, karena memang Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kehidupan dunia dan akhirat.
3.               Pendidikan Agama Islam bermisikan pembentukan akhlakul karimah.
Pendidikan Agama Islam selalu menekankan pada pembentukan akhlakul karimah, hati nurani untuk selalu berbuat baik dan bersikap dalam kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku, tidak menyalahi aturan dan berpegang teguh pada dasar Agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
4.               Pendidikan Agama Islam diyakini sebagai tugas suci.
Pada umumnya, manusia khususnya kaum muslimin berkeyakinan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari risalah, karena itu mereka mengangapnya sebagai misi suci. Karena itu dengan menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam berarti pula menegakkan agama, yang tentunya bernilai suatu kebaikan di sisi Allah.
5.               Pendidikan Agama Islam bermotifkan ibadah.
Sejalan dengan hal yang dijelaskan pada sebelumnya maka kiprah Pendidikan Agama Islam merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala dari Allah, dari segi mengajar, pekerjaan itu terpuji karena merupakan tugas yang mulia, disamping tugas itu sebagai amal jariah, yaitu amal yang terus berlangsung hingga yang bersangkutan meninggal dunia, dengan ketentuan ilmu yang diajarkan itu diamalkan oleh peserta didik ataupun ilmu itu diajarkan secara berantai kepada orang lain.
            Dengan demikian, sifat/karakteristik pendidikan agama Islam adalah umum, berlaku untuk semua golongan; universal, mencakup semua aspek kehidupan; murni ajaran Tuhan, tidak ada campuran tangan makhluk-Nya; memiliki arah yang pasti, untuk keselamatan di dunia dan akhirat; seimbang antar kehidupan dunia dan akhirat; pembentukan akhlak karimah; misi suci, penyebaran agama Allah; dan ibadah.

Padjrin Dha Niess

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum,,,
    makasih atas tulisannya,,
    moga bermanfaat bagi yang lainnya juga
    syukron

    BalasHapus