BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya
Dinasti Umayyah
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan
kepada Umayyah bin Abd Syam bin Abdul Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh
penting di tengah Quraisyi pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu
Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kedudukan.[1]
Dinasti Umayyah didirikan oleh
Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah di samping pendiri daulah Bani Umayyah,
juga sekaligus menjadi kholifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan
Islam dari Kuffah ke Damaskus.
Muawiyah dipandang sebagai pembangun
dinasti yang sebagian sejarawan awalnya dipandang negative. Keberhasilannya
memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin dicapai
melalui curang. Lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai penghianat
prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam. Karena dialah yang mula-mula
mengubah pimpinan Negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan
turun-menurun (monarchy heredity).
Di atas segala-galanya jika dilihat
dari sikap dan prestasi politiknya yang
menakjubkan, sesungguhnnya Muawiyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan
pemimpin besar yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang
penguasa, politikus, dan administrator.
Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti
Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Shiffin dan terbunuhnya Khalifah Ali. Ada tiga penyebab
berhasilnya Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah :
1. Muawiyah
mendapatkan berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani
Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang dipimpin olehnya mempunyai pasukan yang
kokoh, telatih, dan disiplin dari garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
2. Muawiyah
sebagai administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para
pembantunya pada jabatan-jabatan penting, seperti Amr bin Ash, Mughirah bin
Syu’bah dan Ziyad bin Abihi.
3. Muawiyah
memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “Hilm”, sifat tertinggi yang
dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu. Seorang manusia Hilm seperti
Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan
yang menentukan, meskipn ada tekanan dan intimidasi.
Beberapa cirri khusus kebijakan yang
dilakukan pada masa Dinasti Umayyah :
1. Pada
masa Khulafaur Rasyidin, kholifah dipilih oleh rakyat di Madinah dan dihormati
oleh bangsa-bangsa di luar Arab. Pada masa Muawiyah penguasa yang sedang
memegang kekuasaan mencalonkan penggantinya dann tokoh kerajaan mengangkat sumpah setia kepadanya
dalam upacara kerajaan
2. Pada
masa Khulafaur Rasyidin Baitul Mal merupakan hasta kekayaan rakyat. Pada masa Muawiyah Baitul Mal menjadi
harta kekayaan keluarga Bani Umayyah.
3. Pada
masa Khulafaur Rasyidin, kholifah dibantu oleh suatu dewan penasehat dalam membuat kebijakan. Pada masa Muawiyah dewan
penasehat menjadi hilang.
4. Ajaran
Rasulullah menghapuskan kecembururan rasial, akan tetapi para kholifah Umayyah
menghidupkan kembali kecemburuan tersebut. Hal ini terjadi antara Bani Mudar
dengan Bani Himyar.
5. Para
Khulafaur Rasyidin tidak mempunyai jarak dengan rakyatnya, mereka tidak
mempunyai istana yang mewah, para
pengawal. Para kholifah Umayyah tinggal di istana dan mempunyai banyak pengawal.
B.
Para Khalifah Dinasti Umayyah
Masa kekuasaan Dinasti Umayyah
hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 khalifah. Khalifah yang
pertama adalah Muawiyah Bin Abi Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah
Marwan bin Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa
di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada juga
khalifah yang tidak patut dan lemah.
Para sejarawan umumnya sependapat
bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul
Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
Muawiyah bin Abu Sufyan adalah bapak
pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh pembangun yang besar. Namanya
disejajarkan dalam deretan khulafaur rasyidin. Bahkan kesalahannya yang
menghianati pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena
jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat
kursi kekhalifaan setelah Hasan bin Ali berdamai dengannya pada tahun 41 H.
Umat Islam sebagian membaiat Hasan setelah ayahnya wafat. Namun Hasan menyadari
kelemahannya sehingga berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada
Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan Ammul Jama’ah (tahun persatuan). Muawiyah
menerima kekuasaan kekhalifaan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh
Hasan yakni :
1. Agar
Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorangpun penduduk Irak
2. Menjamin
keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka
3. Agar
pajak tanah negeri Ahwaz, diperuntukan kepadanya diberikan tiap tahun
4. Agar
Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham
5. Pemberian
kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdi Syam[2]
Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di
Kufah, sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan ke Madinah. Hasan wafat di kota
Nabi pada tahun 50 H. di antara jasa-jasa Muawiyah ialah mengadakan dinas pos
kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu
siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan Kantor Cap (percetakan
uang), dan lain-lain.
Muawiyah wafat pada tahun 60 H di
Damaskus karena sakit dan digantikan oleh
anaknya, Yazid (60-64H/679-683M)
yang telah ditetapkannya sebagai putra
mahkota sebelumnnya. Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak
tantangan yang dihadapiya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum
Syi’ah yang telah membaiat Husain
sepeninggal Muawiyah. Terjadi perang di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya
Husain, cucu Nabi Muhammad itu. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan
keras. Dinding Ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan Manjanik, alat
pelempar batu kearah lawan. Peristiwa
tersebut merupakan aib besar pada masanya.
Penduduk Madinah memberontak
terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian mengangkat Abdullah bin Hanzalah
dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan
kaum Umayyah di Madinah dan mengusirnya
dari kota suci kedua bagi umat Islam
itu, sehingga terjadilah bentrok fisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid
yang dipimpin oleh Muslim bin Uqbah Al-Murri, dan penduduk Madinah. Peperangan antara kedua
passukan itu terjadi di Al-Harrah yang
dimenangkan oleh paassukan Yazid, pada tahum 63 H. Sedangkan kaum Quraisyi
mengangkat Abdullah bin Muti’ sebagai pemimpin mareka tanpa pangakuan terhadap
kepemimpinan Yazid. Yazid meninggal pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun
dan digantikan oleh anaknya, Muawiyah II.
Ia hanya memerintah kurang lebih 40
hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia
mengalami tekanan jiwa karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan
khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah riwayat
keturunan Muawiyah dalam melanggengkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
Muawiyah II diganti oleh Marwan bin
Hakam (64-65H/683-684M), seorang yang memegang stempel khalifah pada masa
Utsman bin Affan. Ia adalah gubernur Madinah di masa pemerintah Muawiyah dan penasehat
Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ketika
Muawiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar
Umayyah mengangkatnya sebagai khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan
kekuasaaan karena pengalamannya, sedangkan orang lain yang pantas memegang
jabatan khalifah itu tidak didapatkannya. Padahal keadaan begitu rawan dengan
terjadinya perpecahan di tubuh bangsa Arab sendiri dan ditambah dengan
pemberontakan kaum Khawarij dan Syiah yang bertubi-tubi. Khalifah yang baru itu
menghadapi segala kesulitan satu demi satu. Ia dapat mengalahkan kabilah
Ad-Dahhak bin Qais, kemudian menduduki Mesir, dan menetapkan putranya, Abdul
Aziz sebagai gubernurnya. Abdul Aziz adalah ayah Umar, seorang khalifah Bani
Umayyah yang masyhur itu. Marwan menundukkan Palestina, Hijaz dan Irak. Namun
ia cepat pergi, hanya sempat memrintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan
menunjukkan anaknya, Abdul Malik dan Abdul Aziz sebaga pengganti sepeninggal
secara berurutan.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M)
adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah. Ia
dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang
ilmu fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuh nya integritas wilayah dan
wibawa keluarga Umayyah dari segala pengacau Negara yang merajalela pada masa-masa
sebelumnya. Mulai dari gerakan separatis Abdullah bin Zubair di Hijaz,
pemberontakan kaum Syiah dan Khawarij, sampai aksi teror yang dilakukan oleh
Mukhtar bin Ubaid di Kufah dan pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab bin
Zubair. Ia juga menundukkan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan
sendi-sendi pemerintah Umayyah. Ia memerintahkan penggunaan Bahasa Arab sebagai
bahasa administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya masih memakai bahasa
Yunani, Persia dan Qitbi. Ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara
teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta saluran-saluran air.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan
memerintah paling lama, yakni 21 tahun. Ia wafat pada tahun 86 H dan digantikan
oleh putranya yang bernama Al-Walid.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik
(86-96H/705-714M). Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran melimpah
ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin
Ziyad ketika Afrika Utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena
kekayaan melimpah maka ia sempurna pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik,
dan jala-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah yang berlalu
lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga
masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk
menyantuni para yatim piatu, fakir miskin dan penderita cacat. Khalifah
Al-Walid wafrat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman sebagaimana
wasiat bapaknya.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik
(96-99H/714-717M) tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta
sebagaimana diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang yang di
bawah Musa bin Nushair. Ia menginginkan harta itu jatuh ke tangannya, bukan ka
tangan kakaknya, Al-Walid, yang saat itu dalam keadaan sakit. Musa bin Nushair
diperintahkan olehnya untuk memperlambat kedatangannya di Damaskus dengan
harapan harta yang dibawanya iu jatuh ke tangannya. Namun, Musa tidak
melaksanakan perintahnya tersebut, yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat
dari jabatan ketika ia naik menjadi khalifah menggantikan Al-Walid.
Khalifah Sulaiman dibenci oleh
rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Ia menunjuk Umar bin
Abdul Aziz sebagai penggantinya sebelum ia meningggal tahun 99 H.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
(99-101H/717-719M). Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun Umar
merupakan lembaran putih Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh berbagai kebijakan daulah Bani
Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan peronifikasi seorang khalifah yang
takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar
pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah yang adil itu adalah putra
Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat Kairo, atau Madinah.
Ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan kaum muslimin untuk menulis hadits.
Dan inilah perintah resmi pertama dari
penguasa Islam. Umar adalah orang yang
rapi dalam berpakaian, memakai wangian dengan rambut yang panjang dan cara
jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru banyak orang di masanya.
Khalifah yang kaya itu menguasai
tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syiria, Mesir, Yaman dan Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000
dinar tiap tahun. Namun setelah menjadi khalifah, ia mengembalikan tanah-tanah
yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk
diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di samping itu, ia mengadakan
perdamaian antara Amamiyah dan Syiah serta Khawarij, menghentikan peperangan
dan mencegah caci maki terhadap Khalifah
Ali bin Abi Thalib dalam khutbah jum’atnya.
Khalifah yang adil itu berusaha
memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifaannya,, seperti menaikkan
gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberikan santunan kepada
fakir miskin, dan memperbaruhi dinas pos. Ia meninggal tahun 101 H dan
digantikan oleh Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M). Pada masa
pemerintahannya timbul perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah.
Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Umayyah,
kemudian Digantikan oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik
(105-125H/723-743M) dicatat sebagai khalifah yang sukses. Ia memerintah salama
20 tahun. Ia seorang yang besih pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan,
beahklak mulia dan teliti dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi
gejolak yang dipelopori oleh kaum Syiah yang bersekutu dengan kamu Abbasiyah.
Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang lemah lembut terhadap semua
kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra
mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi
setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam tujuh tahun, yakni Al-Walid II bin
Yazid II (125-126H/742-743M), Yazid III bin Al-Walid (126H/743M), Ibrahim bin
Walid (126-127H/743-744M) dan Marwan bin Muhammad (127-128H/744-750M). Adapun
Marwan adalah penguasa Umayyah terakhir yang terbunuh di Mesir oleh pasukan
Bani Abbasiyah padda tahun 132H/750M.
C.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan,
khalifah Bani Umaiyah, gelarannya Abu Hafs dan dianggap sebagai Khalifah
Ar-rashidin kelima sesudah Saiyidina Ali. Beliau dilahirkan di Mesir di
sebuah kampung yang bernama Hulwan pada tahun 61H (dalam satu riwayat yang lain
tahun 63H), ketika ayahnya bertugas menjadi penguasa di tempat tersebut. Ibunya
ialah Ummu A sim binti A’sim cucu Saiyidina Umar Al- Khattab.[3]
Umar
menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at
sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga setelah
ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini.
Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab
dari garis ibu.
Hari
kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung
khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan
tiada kitab selepas Al-Quran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum
Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan
orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling
berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku
tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian
duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung
Umar Ibn Abdul Aziz.
Beliau
pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin
tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan
jawatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu
yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam
tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku
di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka
sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah
Rasulullah saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.
Umar
Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun 5
bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah
dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta
zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada siapa yang tiada
pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.
Zaman
pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan
negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah.
Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama
itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham
perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur
Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang
sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh
pembantunya.
Umar
bin Abdul Aziz dalam pemerintahannya, banyak membuat pembaharuan. Adapun
pembaharuan tersebut sebagai berikut :
1.
Menjaga
konsolidasi pemerintahan. Ia ingin pemerintahannya didukung oleh seluruh
rakyat. Kepada para Mawalli (orang Islam yang baru dan buka dari Arab) ia mengubah perlakuannya,
berbeda denagn para pendahulunya.
2.
Dalam bidang
perpajakan, Umar membebaskan dari segala jenis pajak kecuali zakat, hal ini
mendorng banyak orang yang masuk Islam bukan karena melihat keagungan
Islam tapi karena ingin mendapatkan hak
istimewa tersebut. Ia menetapkan Khoroj (yang kena wajib pajak) bagi umat Islam
sebelumya dibebaskan dari semua jenis pajak. Ia juga menetapkan Jizyah bagi
orang-orang non Islam sebagai ganti wajib militer.
3.
Umar mulai
pengalihkan perhatian terhadap pembangunan dan memakmurkan wilayah yang
dikuasai daripada terus melakukan perluasaan wilayah.
4.
Umar berusaha
memulihkan kesenjangan antara penguasa dan yang dikuasai, untuk itu ia
memulihkan hak-hak istimewa kaum Mawalli dan keluarga Ali.
5.
Dengan semboyan
keadilan dan kenetralan, Umar mennghapus semua jenis korupsi yang sudah masuk ke dalam masyarakat Islam. Umar
juga menghapus perbedaan antara orang Islam Arab dengan Islam non Arab.
D.
Masa Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah
terkenal sebagai suatu era agresif, di mana perhatian tertumpu pada usaha
perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua khulafaur
rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke
dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, Afrika Utara, Jazirah Arab,
Syiria, Uzbekistan dan Kirgistan di Uni Soviet.
Saat-saat yang paling mengesankan
dalam ekspansi ini ialah terjadi paruh pertama dari seluruh masa kekhalifaan
Bani Umayyah, yaitu ketka kedaulatan dipegang oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan
tahun-tahun terakhir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Di luar masa itu,
usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi.
Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih
kemajuan besar dalam perluasan wilayah. Peristiwa yang paling mencolok ialah
keberaniannya mengepung kota Konstantinopel melalui ekspedisi yang dipusatkan
di kota pelabuhan Dardanela. Ekspansi Muawiyah dilanjutkan oleh khalifah Abdul
Malik, yang berhasil menaklukkkan Balkh, Bukhara dan Samarkand.
Kemudian tiba masa pemerintahan
Al-Walid. Prestasi yang paling besar dicapai oleh Walid I ialah di front Afrika
Utara dan sekitarnya. Setalah segenap tanah Afrika bagian utara diduduki,
pasukan muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad menyebrangi Selat Giblatar
masuk ke Spanyol, lalu Cordova dan kota-kota lainnya.
Di samping keberhasilan tersebut, Bani
Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik
maupun social kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata
pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan
wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks.
Dalam bidang social budaya, Bani
Umayyah telah membuka terjadi kontak antarbangsa-bangsa muslim dengan negeri
yang ditaklukkan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia,
Mesir, Eropa dan sebagainya. Hubungan itu melahirkan kreatifitas baru yang
menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di bidang seni, Bani Umayyah
mencatat suatu pencapaian yang gemilang, seperti Dome of the Rock (Qubah
Ash-Shakhra) di Yerusalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini masih
dikagumi.
Dalam bidang ilmu pengetahuan,
seperti lahir seorang yag bernama Abul Aswad Ad-Duali, menyusun gramatika Arab
dengan memberi titik pada huruf-huruf Hijaiyah yang semula tidak bertitik. Dengan adanya ini dapat memudahkan
orang membaca, mempelajari dan menjaga barisan yang menetukan gerak kata dan
bunyi suara serta ayunan iramanya, hingga dapat mengetahui maknanya.
Hisyam bin Abdul Malik merupakan
raja Bani Umayyah yang paling terkenal di lapangan ilmu pengetahuan dengan meletakkkan
perhatian besar pada ilmu pengetahuan.[4]
Kemajuan
Bidang Peradaban
Dinasti Umayyah meneruskan tradisi
kemajaun dalam berbagai bidang, yang telah dilakukan masa sebelumnya yaitu
Khulafaur Rasyidin. Menurut George Zaidan, kemajuan dalam bidang pengembangan
ilmu pengetahuan, antara lain :
1. Pengembangan
Bahasa Arab
Pengembangan Bahasa Arab,
dengan melakukan upaya menjadi Bahasa
Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan, yang
sebelumnya menggunakan Bahasa Romawi.
2. Marbad
Kota Pusat Kegiatab Ilmu
Di kota inilah berkumpul para
pujangga, filsuf, ulama, penyair dan cendikiwaan lainnya. Kota ini dijuluki ukadz-nya
Islam.
3. Ilmu
Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al
Quran. Pada masa ini lahir ahli qiraat terkenal Abdullah bin Qusair dan Ashim
bin Abi Nujud.
4. Ilmu
Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Fiqh, Ilmu Nahwu dan
Ilmu Tarikh/Sejarah
5. Usaha
Penerjemahan
Yang melakukan usaha penerjemahan
yaitu Khalid bin Yazid, seorang pengeran yang cerdas dan ambisius. Yang
diterjemahkan yaitu buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu falak, ilmu astronomi,
ilmu fisika, kedokteran dan lain-lain.[5]
E.
Masa Kehancuran Dinasti Umayyah
Menurut Dr. Badri Yatim, ada
beberapa factor yang menyebabakan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada
kehancuran, sebagai berikut :
1. System
pergantian khalifah melalui garis keturunan atau Monarki, yang menentukan aspek
senioritas, pengaturannya tidak jelas, sehingga menyebabkan persaingan tidak
sehat di kalangan anggota keluarga.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak
terlepas daari berbagai konflik yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib.
3. Meruncingnya
perselisihan antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dengan Sku Arabia Selatan
(Bani Kalb) yang seudah terjadi sebelum Islam datang.
4. Adanya
sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak mereka tidak sanggup
memikul beban berat kenegaraan tatkala diwarisi kekuasaan.
5. Penyebab
langsungnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang
dipelopori oleh keturunan Al Abbas bin Abbas Al Muthalib, yang mendapat
dukungan dari Bani Hasyim dan Syiah serta kaum Mawalli yang merasa
dikelasduakan oleh Dinasti Umayyah.[6]
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca
wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur lemah. Dinasti Umayyah
diruntuhkan oleh Dinasti Abbasiyah pada masa Khalifah Marwan bin Muhammad
(Marwan II) pada tahun 127 H/774 M.
KESIMPULAN
Bani Umayyah didirikan oleh Umayyah
bin Abu Sufyan bin Harb. Khalifah pertama Dinasti Umayyah adalah Muawiyah. Ia
merupakan orang yang berani merubah system pemerintahan dari system demokrasi
ke system monarki. Ia merupakan seorang politikus, administrator dan sebagai
penguasa. Menurut para sejarawan, masa kegemilangan Dinasti Umayyah ialah pada
masa Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
Pada masa Dinasti Umayyah lebih
focus pada masalah ekspansi Islam ke penjuru dunia. Terbuktinya sampainya Islam
ke Spanyol. Di samping itu, Umayyah mampu memajukan ilmu pengetahuan seperti
ilmu fiqh, nahwu, tafsir dan hadits, arsitektur seperti bangunan Kubah
Ash-Shakhra di Palestina dan seni serta politik.
Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah
hampir satu abad, selama 90 tahun dengan 14 kholifah. Khalifah yang pertama
adalah Muawiyah bin Sufyan dan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin
Muhammad. Di antara mereka ada yang patut dan tidak patut atau lemah.
Umar bin Abdul Aziz merupakan
khalifah yang adil dan sikapnya selalu mengikuti yang diajarkan oleh Nabi dan
Khulafaur Rasyidin, sederhana. Pada masa ini merupakan masa lembaran putihnya
Dinasti Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri. Yang dilakukan pada
saat ia menjadi khalifah ialah menaikkan gaji gubernurnya, memeratakan
kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin dan memperbaruhi dinas
pos.
Setelah wafatnya Umar bin Abdul
Aziz, Dinasti Umayyah mulai menimbulkan ciri-ciri kehancurannya., di antaranya
banyaknya pemberontakan. Adapun penyebab kehancuran Dinasti Umayyah adalah
system pemerintahan mereka sendiri yaitu monarki yang aturannya tak jelas.,
berperangnya suku Arab Selatan dengan Utara, gaya hidup yang bermewah-mewah,
latarbelakang berdirinya Dinasti Umayyah tidak terlepas dari konflik dengan Ali
dan timbulnya kekuatan baru dari Bani Abbasiyah yang mendapat dukungan dari
kaum Syiah dan Mawalli yang dikelasduakan oleh pihak Muawiyah.
DAFTAR
PUSTAKA
o
Amin, Samsul
Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2009
o
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam Dirosah Islamiyah. Raja Grafindo : Jakarta. 1993
o
http//wikipedia.com/umar-bin-abdul-aziz.htm
[1] Ahmad Al-Usyairi. Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta : akba. 2006. Hlm. 181
[3]
http/www.wikipedia.com+umar+bin+abdul+aziz
[5] Goergi Zaidan. Tarikh Adab
Lughah Al Arabiyah. Jilid 2. Darul Hilal. Hlm 236-259
[6] Badri Yatim. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2000. Hlm. 48-49
0 komentar:
Posting Komentar