Kelompok I
Pengertian Kurikulum dan
Komponen-komponen Kurikulum
A. Pengertian Kurikulum Sempit
Pada
awalnya kurikulum di anggap hanya sebagai kumpulan dari suatu mata pelajaran
yang diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan sertifikat dalam suatu
bidang studi pokok, seperi IPA dan IPS. Hal sesuai menurut Menurut Good C.V.
dalam Amir Rusdi (2010:1), Kurikulum adalah kumpulan atau susunan mata
pelajaran yang diperlukan untuk memperoleh ijazah atau sertifikat dalam suatu
bidang studi pokok, seperti IPS dan IPA.
Kurikulum
dalam arti sempit hanya terpokus pada pengentasan suatu mata pelajaran sehingga
kurikulum ini hanya menekankan pada aspek kognitif (pengetahuan). Padahal dalam
suatu kurikulum harus mencakup semua aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
sehingga terciptalah peserta didik yang terampil dan tercapainya kompetensi
yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam kurikulum ini dibuktikan dengan
sertifikat yang diperoleh anak didik tersebut dalam menempuh suatu mata
pelajaran. Bukti tersebut digunakan sebagai bukti telah menyelesaikan suatu
mata pelajaran.
B. Pengertian Kurikulum Luas
Semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan, maka pengertian kurikulum ikut berkembang. Yang
mana pada awalnya kurikulum diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran. Pada
perkembangannya kurikulum di sekolah bukan hanya kumpulan mata pelajaran,
tetapi menyangkut semua kegiatan sekolah baik formal maupun non-formal yang
tetap di bawah pengawasan dan bimbingan sekolah. Hal ini sesuai Menurut Ronald
C. Doll dalam Amir Rusdi (2010:1-2), Kurikulum suatu sekolah bukan hanya
sekumpulan mata pelajaran, tetapi juga mencakup proses atau pengalaman belajar
mengajar baik yang bersifat formal (sekolah) maupun yang bersifat informal (luar
sekolah) namun tetap dalam kerangka pengawasan dan bimbingan sekolah. Kurikulum
formal merupakan kurikulum resmi yang berisi tentang tujuan, materi, proses,
dan evaluasi yang tercatat dalam dokumen. Sedangkan kurikulum informal
merupakan kurikulum tambahan di bawah pengawasan sekolah seperti Pramuka,
Rohis, PHBI, PMI, dan organisasi lainnya.
Kurikulum
ini berubah dari penekanan pada aspek isi (mata pelajaran) yang beorientasi
pada segi kognitif menjadi penekanan pada aspek pengalaman belajar yang mencakup
segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Komponen-komponen Kurikulum
|
Komponen
tujuan merupakan suatu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan. Sebab tujuan
akan menentukan subtansi kurikulum berikutnya atau disebut dengan starting
point. Menurur Sukmadinata dalam Abdurrahmansyah (2007:63), bahwa dalam
merumuskan tujuan harus berdasarkan pada dua hal yang mendasar yaitu :
1.
Harus mempertimbangkan
tuntutan kebutuhan, dan kondisi masyarakat.
2.
Harus didasari oleh
pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada nilai-nilai filosofis, terutama
falsafah negara.
Sebelum
merumuskan tujuan kurikulum, hendaknya para pakar tahu apa yang menjadi
kebutuhannya serta menyesuaikan dengan kondisi masyarakat (sosiologis). Kita
tahu bahwa kurikulum dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi sudah
selayaknya kurikulum tersebut berisi tentang harapan mereka dari sebuah
kurikulum.
Pancasila
merupakan pandangan masyarakat Indonesia. Sebagai falsafah, Pancasila wajib
dipatuhi oleh semua individu termasuk dalam perumusan tujuan kurikulum. Dengan
kurikulum tersebut, menjadikan masyarakat yang berketuhanan, beradab, bersatu,
musyawarah, dan berkeadilan.
Menurut
S. Bloom atau dikenal dengan Taksonomi Bloom dalam R. Ibrahim
(2010:72-75), rumusan tujuan kurikulum harus bersifat komprehensif (menyeluruh),
yaitu mencakup aspek kognitf, afektif, dan psikomorik.
Pada
aspek kognitif, tujuan yang ingin dicapai mengarahkan pada pengembangan akal
dan intelektual anak. Pada aspek afektif, mengarahkan pada penguasaan dan
pengembangan perasaan. Dan pada aspek psikomotorik, mengarah pada pengembangan
keterampilan jasmani anak.
Dalam
hirearki tujuan tujuan kurikulum harus selaras dengan dengan tujuan pendidikan
nasional, tujuan institusional (lembaga), tujuan bidang studi, dan tujuan
instruksional (mata pelajaran).
B. Komponen Materi
Dalam
Abdurrahmansyah (2007:65), komponen materi adalah isi dan struktur bagain yang
diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi
yang dimaksud berupa bidang studi dan materinya, misalnya Matematika,
Pendidikan Agama Islam dan lainnya. Materi tersebut harus sesuai dengan jenis,
jenjang dan jalur pendidikan yang ada.
Materi
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok
dalam kurikulum. Pada KTSP, guru dituntut untuk mampu menyusun konsep materi
pelajaran dengan kreatif dan rancang dengan sendiri.
Menurut
Hendyat Soetopo dalam Abdurrahmansyah (2007:68-69), komponen materi terdiri
atas :
1.
Pokok-pokok bahasan dari
suatu bidang studi.
2.
Struktur program atau
konsentarsi, misalnya Fiqh.
Pokok
bahasan dari suatu bidang studi misalnya materi tentang manusia sebagai
kholifah di muka bumi. Sedangakn struktur program atau konsentrasi, misalnya
Pendidikan Agama Islam konsentrasinya Fiqh, Qur’an Hadits, SKI, Aqidah Akhlak.
C. Komponen Organisasi/Proses
Dalam
konteks dokumen disebut dengan organisasi yang mencakup urutan materi,
kedalaman materi, keluasan materi, dan alokasi waktu. Sedangkan dalam konteks
implementasi disebut dengan proses yang mencakup bagaimana materi tersebut diajarkan
seperti penggunaan strategi, metode, media, pendekatan pembelajaran. Dalam
konteks dokumen telah dijelaskan secara rinci dalam standar isi (Permendiknas
No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
Proses
mencakup metode atau upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Metode hendaknya relavan dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Jangan
sampai siswa tidak paham akibat guru salah dalam menggunakan metode
pembelajaran. Sebaiknya guru dalam mentransferkan ilmu menggunakan metode pembelajaran
yang bervariatif dan yang paling penting sesuai dengan materi yang ingin
disampaikan kepada murid dapat tercapai. Misalnya materi tentang sejarah
menggunakan metode cerita atau karyawisata.
Dalam
proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk memahami strategi
pembelajarannya. Strategi menunjukkan pada suatu pendekatan, metode, dan
peralatan mengajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Strategi harus
dipahami dan dikuasai oleh seorang guru, dan dalam pengaplikasiaanya harus
tepat dan akurat. Sebab dengan menggunakan strategi yang tepat dapat
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Namun penggunaan strategi tersebut
tergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru yaitu kemampuan atau
kecakapan dasar professional seseorang dalam bidang keahliannya. Seorang guru
harus menguasai ilmu didaktik dan metodik pembelajaran.
D. Komponen Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap akhir dari kesemua komponen di atas. Evaluasi digunakan untuk
menilai seberapa jauh keberhasilan dalam proses pembelajaran dan untuk
perbaikan. Evaluasi merupakan hal yang penting karena dengan evaluasi kita
dapat mengetahui keberhasilan yang dicapai dan mana komponen-komponen yang akan
diperbaiki untuk selanjutnya.
Menurut
Sukmadinata dalam Abdurrahmansyah (2009:88-89), ada beberapa bentuk atau
jenis evaluasi. Pertama, evaluasi hasil belajar. Evaluasi digunakan
untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa terhadap proses pembelajaran selalu
diadakan evaluasi. Dalam evaluasi ini ini disusun butir-butir soal untuk
mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditetapkan. Berdasarkan luas
lingkup bahan dan jangka waktu belajar, evaluasi ini dibedakan menjadi evaluasi
formatif (harian) dan evaluasi summative (semester).
Kedua,
evaluasi pelaksanaan mengajar. Komponen yang dievaluasi dalam proses
pembelajaran adalah keseluruhan dari proses tersebut secara utuh yang meliputi
tujuan mengajar, evaluasi bahan ajar, strategi, metodologi pembelajaran dan
media yang digunakan. Komponen ini mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik,
isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya, siswa, guru, keluarga dan
masyarakat.
Fokus utama dalam
evaluasi adalah evaluasi hasil belajar dan evaluasi pelaksanaan
pengajaran. Dalam melakukan evaluasi
hendaknya dilakukan secara kontinu (terus menerus) dan beracuan pada
norma-norma yang berlaku. Maksud dari kontinu adalah evaluasi formatif yaitu
penilaian pencapaian siswa dalam hal sub pokok bahasan setelah berakhirnya
materi pelajaran. Evaluasi sumatif yaitu dilakukan pada waktu tengah semester
dan akhir semester.
Kelompok II
Azaz-azaz Pengembangan Kurikulum
Menurut
Ralph Tyler dalam Nasution (2010:6), bahwa ada empat asas utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
Falsafah bangsa,
masyarakat, sekolah, dan guru (aspek filosofis).
2.
Harapan dan kebutuhan
masyarakat (orang tua, kebudayaan masyarakat, pemerintah, agama, ekonomi, dan
sebagainya) (aspek sosiologis).
3.
Hakikat anak (perkembangan
fisik, mental, psikologis, emosional, sosial serta cara anak belajar (aspek
psikologis).
4.
Hakikat pengetahuan atau
disiplin ilmu (aspek ilmu pengetahuan).
A. Azaz Filosofis
Menurut
Muhammad Ali (2008:32), secara nasional pandangan hidup bangsa Indonesia adalah
Pancasila. Oleh karena itu, kaidah dan norma sosial maupun sistem nilai yang
dianut secara nasional mengacu kepada Pancasila. Dengan demikian
penyelenggaraan pendidikan secara resmi diarahkan untuk membentuk manusia
Indonesia yang ber-Pancasila.
Pancasila
sebagai pandangan hidup rakyat Indonesia yang mencakup kaidah, norma dan sistem
sosial. Haruslah dijadikan sebagai landasan dalam berpikir dan bertindak
termasuk dalam pengembangan kurikulum. Pancasila sebagai landasan merupakan acuan
dalam mengembangkan kurikulum. Karena Pancasila mencakup semua kehidupan
masyarakat tanpa membedakan suku, bahasa, dan agama. Dengan demikian, kurikulum
dibuat untuk mengarahkan masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila.
Menurut
Nasution dalam Abdurrahmansyah (2009:41), ada tiga dimensi kefilsafatan yang
harus dipertimbangkan ketika merancang kurikulum, antara lain falsafah negara,
falsafah lembaga, dan falsafah pendidikan.
Kurikulum
tidak hanya mengacu pada azaz filsafat negara, tetapi juga mengacu pada
filsafat lembaga dan falsafah pendidikan. Menurut Al-Syaibani dalam Muhaimin
(2005:69), falsafah pendidikan tidak lain ialah pelaksanaan pandangan falsafah
dan kaidah falsafah dalam pendidikan. Falsafah pendidikan tersebut mengacu pada
tinjauan ontologis tentang realiata keilmuan, epistimologis tentang apa,
bagaimana memperoleh ilmu pengatahuan, dan aksiologis tentang kegunaan (nilai).
Dengan
demikian, azaz filosofis adalah landasan mengembangkan kurikulum yang
berlandaskan pada filsafat negara (Pancasila) yang mengarahkan pada penerapan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dengan kata lain masyarakat
yang ber-Pancasila.
B. Azaz Sosiologis
Tiap
kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Sekolah memang didirikan oleh dan untuk masyarakat. Sudah sewajarnya pendidikan
harus memperhatikan dan merespon terhadap suara-suara dalam masyarakat.
Pendidikan tak dapat tiada harus memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang
datang dari desakan dan tekanan dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang
dominan pada saat tertentu.
Sekolah
sebagai institusi sosial yang didirikan dan ditujukan untuk memenuhi
kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Maka kurikulum sekolah dalam penyusunan
dan pelaksanaan banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang
berkembang dan selalu berubah di dalam masyarakat.
C. Azaz Psikologis
Azaz
psikologi berati kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi
(kejiwaan). Aspek tersebut mencakup ketakwaan; cipta; rasa; karsa; kreatif;
karya; kesehatan; dan sosial.
Menurut
Nasution (2010:25), ada dua dimensi dalam psikologi adalah :
1.
Teori belajar (bagaimana
anak belajar).
2.
Hakikat pelajar secara
individual yang berkenaan dengan taraf motivasi, kesiapan, kematangan
emosioanal, intelektual, dan latar belakang pengalaman.
Manfaat
psikologi dalam merancang dan memformula kurikulum ialah memberi arah terhadap
tujuan pendidikan anak; memberi arah dalam memilih, mengorganisasikan
pengalaman belajar; dan memberi pedoman dalam praktik belajar. Sehingga ada
tiga disiplin ilmu psikologi yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
kurikulum, yaitu : psikologi anak, psikologi perkembangan, dan psikologi
belajar.
Penguasaan
guru terhadap teori-teori psikologi sangat membantu guru dalam menjalin interaksi
yang menyenangkan dengan siswanya, dalam bentuk pemilihan metodologi
pembelajaran yan sesuai dengan kondisi psikologi mereka.
Selanjutnya
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah :
1.
Anak bukan miniatur orang
dewasa. Maksudnya tiap anak beda perlakuannya.
2.
Fungsi sekolah
mengembangkan pribadi anak seutuhnya.
3.
Faktor anak harus
diperhatikan.
4.
Anak harus dijadikan pusat
pendidikan.
5.
Tiap anak unik, mempunyai
ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain.
D. Azaz Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Pengetahuan
berubah dan meluas dengan kelajuan yang kian cepat. Diperkirakan bahwa tiap
tahun diterbitkan lebih dari 30.000 judul buku baru, belum lagi
karangan-karangan ilmiah. Seorang imuan lulusan jurusan fisika mengatakan
sebagian besar dari bahan pelajaran 15 tahun yang lalu telah berubah dan
diganti dengan materi pelajaran baru. Bahkan seorang pemenang Nobel lulusan
universitas 30 tahun yang lalu merasa tidak mampu lagi menempuh ujian sekolah
menengah. (Nasution, 2010:34)
Dari
fenomena di atas mengisyaratkan
perkembangan ilmu pengetahuan dengan cepat berkembang melalui buku, belum
dengan teknologi informasi sepertinya halnya internet. Bayangkan pemenang Nobel
yang lalu tidak sanggup menghadapi ujian di SMP dan SMA pada saat sekarang.
Secara tidak langsung, bagaimana pun kurikulum harus peka terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan. Karena sifat dari ilmu pengetahuan adalah berubah (relatif).
Ilmu
pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab ilmu
pengetahuan yang hanya ilmu untuk bahan bacaan tanpa praktik untuk kepentingan
umat manusia hanyalah suatu teori yang mati. Sebaliknya praktik yang tanpa
didasari oleh ilmu pengetahuan hasilnya akan sia-sia.
Kurikulum
tidak boleh meninggalkan kemajuan teknologi pendidikan. Peningkatan penggunaan
teknologi pendidikan akan menyebabkan naiknya tingkat efektivitas dan efesien
proses pembelajaran selalu menonjolkan peranan guru, terutama dalam memilih
bahan dan penyampaiannya. Dengan majunya teknologi informasi, diharapkan bahwa
mengajar adalah membuat pembelajaran diri sendiri. Selanjutnya, sistem penyampaiannya
tidak harus dengan tatap muka antara guru dan siswa. Saat ini peran guru dapat
digantikan dengan media instruksional baik yang berupa cetak maupun elektronik.
Misalnya internet, komputer, dan sebagainya.
Kelompok III
Model-model Kurikulum dan Model-model
Pengembangan Kurikulum
A. Kurikulum Subjek Akademis
Modol
kurikulum subjek akademis adalah suatu model kurikulum yang lahir dari teori
pendidikan klasik yang berasumsi bahwa “ilmu pengetahuan dan nilai sudah
terbentuk oleh para ilmuan masa lampau”. Oleh karena itu fungsi pendidikan
adalah melestarikan dan mentransfer pengetahuan serta nilai-nilai tersebut
kepada generasi berikutnya. Pada model ini yang menjadi penekanan adalah
isi/bahan/pengetahuan dan strategi unutk menguasainya. Ada beberapa ciri-ciri
dari model ini antara lain :
1.
Bertujuan memberikan
pengetahuan sebagai disiplin ilmu untuk dikembangkan di tengah masyarakat.
2.
Motode yang digunakan
adalah metode ekspositori dan inkuiri.
3.
Pola organisasi isi
kurikulum yaitu : a. materi yang dikorelasikan; b. disusun dalam tema; c.
integrasi; dan d. topic pemecahan masalah.
Dengan
demikian, kurikulum ini menekankan pada aspek pengetahuan (Mapel). Sebagaimana
yang dibahas dalam pengembangan kurikulum adalah ilmu pengetahuan masa lalu (the
fast), sekarang (the present), dan akan datang (the future).
Adapun yang ilmu pengetahuan masa lalu seperti Matematika. Hingga sekarang
Matematika sebagai disiplin ilmu tetap dilestarikan dan dikembangkan dengan
penemuan baru bahkan diadakannya olimpiade matematika Internasional.
B. Kurikulum Humanistik
Kurikulum
humanistik adalah suatu model kurikulum yang menganut konsep aliran pendidkan
pribadi yang berasumsi bahwa “anak merupakan inti dari kegiatan pendidikan”.
Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan individu anak sehingga dalam penyusunan
tujuan, isi, proses, dan evaluasi selalu memperhatikan kebutuhan, minat dan
tujuan yang diinginkan para pelajar. Ada beberapa ciri model kurikulum ini antara
lain :
1.
Menyediakan pengalaman dan
mengembangkan seluruh aspek kepribadian, baik kognitif, estetika, maupun moral.
2.
Menuntut hubungan emosional
yang baik antara guru dan murid.
3.
Menekankan kesatuan
perilaku, baik yang bersifat intelektual, emosional, maupun tindakan.
4.
Memberikan pengalaman yang
menyeluruh.
Dengan
demikian model kurikulum ini menekankan pada aspek kebutuhan anak didik
(psikologis). Bagaimana pun kurikulum harus memberikan apa yang menjadi
kebutuhan anak didik sebagai pusat pendidikan. Sebagai pusat pendidikan, anak
didik harus dikelola dengan baik agar terciptanya anak didik yang cerdas
intelektual, emosional, dan moral. Tidak lain pendidikan diselenggarakan untuk
melahirkan anak terampil dan sesuai dengan harapan bangsa dan masyarakat.
C. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Model
kurikulum rekonstruksi sosial adalah suatu model kurikulum yang menganut konsep
pendidikan interaksional yang lebih memusatkan kepada problema-problema sosial
yang harus dipecahkan melalui pendidikan. Ada beberapa ciri model kurikulum ini
antara lain :
1.
Menghadapkan para siswa
kepada masalah-masalah masyarakat yang bersifat universal.
2.
Kegiatan belajar dipusatkan
kepada masalah-masalah yang mendesak.
3.
Pola organisasi disusun
seperti roda, dengan menempatkan tema utama masalah yang dibahas secara pleno
(diskusi). Kemudian dijabarkan menjadi sejlah topic yang dibahas dalam diskusi
kelompok.
Dengan
demikian, kurikulum rekonsturksi sosial menekankan pada aspek masalah sosial di
masyarakat melalui pendidikan (sosiologis). Seperti konflik, narkoba,
prostitusi, criminal, dan sebagainya. Kurikulum harus mampu memecahkan
permasalahan sosial di masyarakat dengan cara memasukkan masalah-masalah sosial
di masyarakat dalam kurikulum untuk dipecahkan melalui dunia pendidikan. Salah
satunya adalah mata pelajaran sosiologi. Dengan itu, kurikulum dapat dianggap
memenuhi kebutuhan masyarakat.
D. Kurikulum Teknologis
Kurikulum
teknologis memiliki kesamaan dengan kurikulum subjek akademis yang menekankan
penguasaan isi kurikulum dengan tujuan memiliki atau penguasaan kompetensi.
Untuk menunjang efesiensi dan efektifitas pendidikan yang ditunjang oleh
penggunaan alat-alat pendidikan. Ada beberapa ciri model kurikulum ini antara
lain :
1.
Tujuan diarahkan pada
penguasaan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
2.
Para siswa belajar secara
individual melalui media buku atau elektronik.
3.
Para siswa diberi
penjelasan mengenai pentingnya bahan yang harus dipelajari.
4.
Kemajuan siswa dapat segera
diketahui.
5.
Organisasi bahan ajar
banyak diambil dari disiplin ilmu yang terseleksi sehingga mendukung penguasaan
kompetensi.
6.
Evaluasi dilakukan setiap
akhir suatu pelajar (formatif) atau semester (sumatif).
Dengan
demikian, kurikulum ini menekankan pada aspek penggunaan teknologi (iptek)
dalam pembelajaran untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas pembelajaran. Teknologi
sebagai alat bantu hanya bersifat mempermudahkan tetapi yang menentukan adalah
kualitas anak didik dan kualitas guru (Amir Rusdi). Kita contohkan dengan
pendidikan yang diajarkan oleh Rasulullah tanpa menggunakan alat bantu tetapi
melahirkan intelektual besar seperti Ali bin Abi Thalib dan sahabat lainnya.
Yang menjadi andalan Rasulullah adalah kepribadian dan selarasnya perkataan
dengan perbuatan.
Pengembangan
kurikulum merupakan suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian
terhadap kesempatan belajar untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang
dinginkan pada diri siswa. Sebagai suatu proses, dalam mengembangkan suatu
kurikulum membutuhkan pola kerja yang berfungsi
sebagai pedoman dalam menjalani proses tersebut : yaitu model pengembangan
kurikulum (Amir Rusdi, 2010:11).
A. Kelompok Pendekatan Deduktif
Model
pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan deduktif (deductive
Approach) adalah model yang dikembangkan oleh Saylor dkk (Curriculum
Planning For Better Teaching and Learning), Oliva (Developing The
Curriculum), dan Tyler (Basic Principles of Curriculum and
Instruction). Berikut dikemukan salah satu model dengan pendekatan deduktif
yang dikemukan oleh Tyler (Tyler’s Model/Rational Model).
Model Tyler
Model
pengembangan kurikulum Tyler dikembangkan dari pertanyaan mendasar
secara berurutan sebagai berikut :
1.
What educational purposes
should the seek to attain ? (Perumusan tujuan pendidikan)
2.
What educational
experiences can be provided that likely to attain these purposes ?
(Penseleksian pengalaman belajar (strategi belajar mengajar dan isi)).
3.
How can these educational
experiences be effectively organized ? (Mengorganisasikan pengalaman belajar
(metode dan isi)).
4.
How can we determine
whether purposes are being attainted ? (Menentukan bentuk dan jenis evaluasi
hasil dari aktivitas belajar mengajar).
Menurut
Tyler, tujuan merupakan hal yang penting dan dianggap sebagai langkah awal (starting
pont) untuk menentukan subtansi kurikulum berikutnya. Selanjutnya dilakukan
penyeleksian (strategi dan isi) pengalaman belajar, mengorganisir (metode)
pengalaman belajar, dan diakhiri dengan evaluasi (penilaian).
B. Kelompok Pendekatan Induktif
Model
pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan induktif adalah model yang
dikembangkan oleh Hilda Taba (Curriculum Development, Thoery, and
Practice). Berikut dikemukan salah satu model dengan pendekatan induktif
yang dikemukan oleh Hilda Taba (Taba’s Model).
Model Taba
Model
pengembangan kurikulum Taba melewati proses, prosedur dan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Mendiagnosis kebutuhan.
2.
Perumusan tujuan.
3.
Penseleksian isi.
4.
Pengorganisasian isi.
5.
Penseleksian pengalaman
belajar (strategi dan proses).
6.
Pengorganisasian pengalaman
belajar.
7.
Penentuan bentuk, jenis,
cara dan alat evaluasi.
Dalam
model Taba, yang didahulukan adalah mendiagnosis kebutuhan. Maksudnya
mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan anak didik dan masyarakat.
Selanjutnya merumuskan tujuan hinga tahap evaluasi. Dengan demikian model Tyler
diawali dengan perumusan tujuan. Sedangkan Taba diawali dengan
mendiagnosis kebutuhan.
Pada
dasarnya setiap model pengembangan kurikulum dalam operasional selalu berproses
pada empat elemen kurikulum yang sama, yaitu : tujuan, isi, metode, dan evaluasi.
Namun dalam mekanisme kerjanya beda.
Kelompok IV
Jenis-jenis Kurikulum
A. Kurikulum Resmi
Kurikulum
resmi adalah kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, cita-cita tersebut
dituangkan dalam bentuk dokumen kurikulum.
Kurikulum
resmi merupakan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah dalam bentuk dokumen yang
masih berupa rencana/belum terlaksana. Dalam KTSP, kurikulum resmi hanya berisi
tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Sedangkan Indikator
Hasil Belajar (IHB) dibuat oleh masing-masing guru bidang studi. KTSP
menghendaki setiap guru menjadi guru yang mandiri dan kreatif dalam membuat
suasana belajar yang menyenangkan.
B. Kurikulum Operasional
Kurikulum
operasional adalah kurikulum resmi yang terlaksana dalam proses pembelajaran
dan pengajaran.
Kurikulum
operasional merupakan kurikulum yang benar-benar terlaksana di lapangan atau di
dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh setiap guru
bagaimana kurikulum yang resmi dapat diimpelementasi dalam proses pembelajaran.
Misalnya guru menulis dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan
menggunakan metode demonstrasi dalam materi tata cara berwudhu dan metode itu
benar-benar dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
C. Kurikulum Tersembunyi
Kurikulum
tersembunyi adalah kegiatan pembelajaran yang tidak tertulis atau nilai-nilai
yang terdapat di lingkungan yang tidak direncanakan dan tidak dilaksanakan
secara sistematis tetapi berpengaruh pada pembentukan karakter anak didik.
Kurikulum ini berisi tentang nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh guru
tanpa ada unsur perencanaan. Misalnya guru tepat waktu masuk kelas, nilai yang
bisa diambil oleh murid ialah nilai kedisplinan atau dosen tarbiyah memakai
celana dasar di saat mengajar.
D. Kurikulum Ekstra
Kurikulum
ekstra adalah kurikulum tambahan yang direncanakan oleh pihak sekolah untuk
memberikan pengetahuan tambahan dan pengalaman tentang kehidupan. Ada beberapa
manfaat kurikulum tambahan yaitu :
1.
Meningkatkan keterampilan
di bidang bakat. Misalnya seni rebana dan band.
2.
Hidup mandiri.
3.
Menambahkan pengetahuan.
4.
Membangkitkan jiwa sosial
dan dlll.
Adapun
yang termasuk kurikulum ekstra adalah semua kegiatan tambahan yang
diselenggarakan oleh sekolah seperti Rebana, Band, PMII, Pramuka, PHBI, dan
lain sebagainya.
E. Kurikulum Nol
Kurikulum
nol adalah kurikulum yang tidak tertulis/di luar kurikulum yang ada tetapi
dianggap penting. Misalnya guru menyuruh anak didiknya untuk mencari bahan ajar
(sumber belajar) suatu pembahasan di perpustakaan.
Kelompok V
Proses Pengembangan Kurikulum
A. Penilaian Kebutuhan
Penilaian
kebutuhan merupakan langkah awal yang penting dan mendasar dalam mengembangkan
suatu kurikulum untuk menghasilkan kurikulum yang representative (cakap, tepat)
dan relevan dengan kebutuhan masyarakat (Amir Rusdi, 2010:7).
Penilaian
kebutuhan merupakan hal yang penting agar kurikulum tersebut sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan azaznya yaitu sosiologis serta
hal yang harus dipertimbangkan dalam perumusan tujuan kurikulum.
1.
Karakteristik Penilaian
Kebutuhan
Menurut
Kaufman dalam Amir Rusdi (2010:7), ada tiga karakteristik penilain terhadap
kebutuhan dalam mengembangkan suatu kurikulum sebagai berikut :
a)
Data harus mengambarkan
dunia nyata peserta didik dan masyarakat, baik kini maupun masa yang akan
datang.
b)
Tidak ada penetapan
kebutuhan yang final dan sempurna karena bersifat tentatif dan validitas
pernyataan itu seharusnya ditinjau secara terus menerus.
c)
Kebutuhan seharusnya
diidentifikasi dalam hubungannya dengan produk atau tingkah laku nyata, bukan
dalam hubungannya dengan proses.
Dalam
penilaian kebutuhan mempunyai karakteristik di antaranya : data harus sesuai
dengan realita (benar-benar terjadi) di kalangan peserta didik dan masyarakat;
dalam penetapan kebutuhan tidak ada keputusan final karena kebutuhan masyarakat
selalu berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman dan ditinjau terus
menerus; dan kebutuhan dihubungan dengan hasil (produk) bukan dengan proses
yang berlangsung.
2.
Dimensi-dimensi Penilaian
Kebutuhan
Menurut
Kaufman dalam Amir Rusdi (2010:8), ada empat dimensi yang harus menjadi
pertimbangan dalam melakukan penilain kebutuhan yaitu :
a)
Sifat pendidik
Pendidik merupakan
faktor yang menentukan dalam proses belajar mengajar. Hal ini karena peran dan
tanggungjawabnya yang sangat besar dalam usaha mencapai tujuan-tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Menurut Nana Syaodih N.S,
sebagai guru professional, guru bukan hanya dituntut melaksanakan tugasnya
secara professional, tetapi juga harus memliki pengetahuan dan kemampuan
professional. Selanjutnya Amstrong & Savage, menjelaskan
mengenai peran dan tanggungjawab guru, disamping sebagai pengajar, maka guru
juga berperan sebagai pengelola pendidikan dan pembelajaran, pengevaluasi
program, konselor dan anggota organisasi profesi kependidikan.
b)
Sifa pelajar
Pelajar merupakan
salah satu faktor penting dalam kegiatan pendidikan, peserta didik secara
individual memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal kebutuhan, perkembangan fisik
dan psikis, kemampuan, bakat, minat, dan intelegensia. Maka semua aspek
tersebut harus diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan dalam proses
pengembangan suatu kurikulum.
c)
Sifat masyarakat
Masyarakat di mana
kegiatan pendidikan dan pembelajaran itu
berlangsung adalah komunitas yang akan menerima produk pendidikan
tersebut. Produk dari suatu kurikulum secara tidak langsung diperuntukan bagi
masyarakat. Oleh karena itu, menurut Nana Syaodih, dalam mengembangkan
kurikulum, aspek-aspek perkembangan di masyarakat seperti perubahan pola
pekerjaan, perubahan peranan wanita, perubahan kehidupan keluarga dan tuntunan
serta kebutuhan lainnya harus menjadii bahan kajian dan bahan pertimbangan bagi
para pengembang kurikulum.
d)
Sifat ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan
terus mengalami perkembangan, baik perkembangan dalam hubungannya dengan ilmu
pengetahuan itu sendiri, maupun dengan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu
pengetahuan itu. Perubahan dan perkembangan sudah menjadi ciri atau sifat
pengetahuan. Dimensi ini harus dipertimbangkan, terutama dalam penseleksian isi
pendidikan yang akan dimasukkan dalma suatuu kurikulum.
Berbeda
dengan Skillbeck, focus analisis terhadap kebutuhan dalam mengembangkan
suatu kurikulum pendidikan menjadi dua faktor pokok, yaitu :
a)
Faktor eksternal mencakup :
a. perubahan-perubahan budaya masyarakat serta kebutuhannya; b. kebutuhan dan
tantangan dalam sistem pendidikan; c. sifat mata pelajaran yang terus menuntut
peninjauan dan perubahan disesuaikan dengan perkembangan dunia luar; d. sistem
yang mendukung kemajuan guru; dan e. sumber-sumber pendukung pendidikan.
b)
Faktor internal mencakup :
a. peserta didik; b. guru; c. iklim dan lingkugan sekolah; d. sarana fasilitas;
dan kebutuhan murid, orang tua, guru, dan masyarakat.
Dari
pendapat di atas, para ahli mengenai
faktor-faktor yang harus menjai focus perhatian dan bahan pertimbangan dalam
mengambangkan suatu kurikulum pendidikan, kesemuanya memiliki sudut pandang
yang sama, yaitu bagaimana hasil penilaian terhadap kebutuhan menghasilkan informasi
atau data yang benar-benar mengambarkan jenis dan tingkat kebutuhan serta
tuntutan masyarakat dimana kurikulum itu akan dikembangkan. Dengan berlandaskan
kepada data dan informasi yang representataif itu diiharapkan akan dapat
menghasilkan suatu kurikulum yang betul-betul representative dari masyarakat.
3.
Langkah-langkah Penilaian
Kebutuhan
Dalam
melakukan penilaian terhadap kebutuhan ada beberapa langkah berikut ini yang
dapat dilalui, meskipun dalam prakteknya langkah-langkah tersebut tidak berlaku
secara kaku, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari faktor-faktor
yang dinilai, namun tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dan
dimaksukan dalam langkah-langkah tersebut. Menurut English & Kaufman dalam
Amir Rusdi (2010:10) merumuskan langkah- langkah dalam melakukan penilaian
terhadap kebutuhan sebagai berikut :
a)
Tahap persiapan
perencanaan.
b)
Merumuskan tujuan sementara
yang berdasarkan kajian teoritis dan pendapat para pakar.
c)
Memvalidasi tujuan
sementara tentang kesesuainnya dengan melibatkan para pendidik dan lainnya.
d)
Memprioritaskan tujuan
untuk mengetahui rangking tujuan- tujuan tersebut sesuai dengan kepentingannya
dengan melibatkan siswa, guru dan civitas akademika sekolah.
e)
Penjabaran tujuan dari
bentuk pernyataan ke dalam standar performa yang dapat diukur.
f)
Memvalidasi standar
performa untuk melihat akurasi penjabaran dari tujuan umum ke tujuan khusus dan
juga mengetahui tentang penspesifikasian tujuan-tujuan penting.
g)
Memprioritaskan kembali
tujuan dengan melibatkan sampling kedua dari siswa, staf, dan masyarakat.
h)
Memasukkan tujuan-tujuan
yang berorientasi ke masa depan melalui teknik Delphi.
i)
Perangkingan kembali tujuan
berdasarkan penelitian dan studi prediktif.
j)
Menyeleksi alat tes yang
berhubungan dengan performa siswa.
k)
Membandingkan data yang
terkumpul yang disajikan lewat table, skema, dan lainnya.
l)
Penyusunan daftar kebutuhan
sementara.
m)
Memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan
sesuai dengan rangking kepentingannya dan dilakukan seperti pada langkah ke
empat.
n)
Mempublikasikan hasil
penilaian kebutuhan yang dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan mengenai
kebutuhan.
4.
Teknik Penilaian Kebutuhan
Teknik
yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kebutuhan adalah metode dan
teknik seperti yang digunakan pada penelitian umumnya. Penilaian kebutuhan
sesungguhnya merupakan pendekatan evaluative.
B. Perumusan Tujuan Pendidikan
1.
Sumber-sumber Tujuan
Menurut
Tyler dalam Amir Rusdi (2010:14), ada tiga sumber pokok yang dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam menetapkan tujuan-tujuan dari suatu program
pendidikan, yaitu : Peserta didik; Kehidupan nyata di masyarakat di luar
sekolah; dan para ahli bidang studi yang menguasai dan mengikuti perkembangan
pengetahuan.
Begitu
juga dengan Nana Syaodih dalam Amir Rusdi (2010:14), tujuan kurikulum
dirumuskan berdasarkan dua hal, yaitu : Perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan
kondisi masyarakat; dan Didasari oleh pemikiran yang terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Dengan
demikian, kurikulum dibuat berdasarkan falsafah negara (filosofis), kebutuhan
dan kondisi masyarakat (sosiologis), peserta didik (psikologis), dan
perkembangan ilmu pengetahuan (iptek).
Kurikulum sebagai inti dari pendidikan yang memuat keempat dasar tersebut
harus dilakukan tinjauan secara terus menerus karena dasar tersebut selalu
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
2.
Kategori Tujuan
Dalam
dunia pendidikan, ada tiga kategori tujuan yaitu : a) Tujuan umum (Aims)
yang merupakan tujuan jangka panjang yang terkandung dalam tujuan pendidikan
nasional dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 7. b) Tujuan jangka menengah (Goals)
yaitu tujuan yang dirumuskan oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional. c) Tujuan jangka pendek (Objectives) yaitu
tujuan yang dirumuskan oleh bidang studi baik tujuan instruksional umum (TIU)
dan tujuan instruksional khusus (TIK).
3.
Karakteristik Tujuan Umum
dan Khusus
Karakteritsik
tujuan umum :
a) Rumusan tujuan merupakan jabaran atau berhubungan dengan tujuan
pendidikan secara umum (aims) dan filsafat
b) Bersifat progmatis, artinya meskipun tujuan tersebut berbicara
mengenai satu atau lebih bidang kurikulum, namun tujuan umum tersebut tidak
menggambarkan mata pelajaran tertentu atau item-item isi kurikulum
c) Merujuk kepada pencapaian tujuan secara kelompok
d) Dinyatakan dalam rumusan secara umum sehingga menjadi acuan bagi
pengembangan kurikulum
e) Dirumuskan secara luas sehingga dapat mengarahkan tujuan
kurikulum yang lebih spesifik
Karakteristik Tujuan khusus :
a) Menggambarkan tingkah laku yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik.
b) Menggambarkan criteria- criteria tingkat penguasaan sisiwa yang
dikehendaki.
c) Menggambarkan kondisi-kondisi dimana tingkah laku tersebut akan
diterapkan
4.
Prinsip-prinsip dalam
Merumuskan Tujuan
Brady, L dalam Amir Rusdi
(2010:)merumuskan tujuh prinsip utama dalam merumuskan tujuan pendidikan dan
pembelajaran, yaitu :
a)
Cakupan Tujuan (Scope),
mengacu pada keluasan tujuan yang dirumuskan sehingga mencakup atau
menggambarkan produk pendidikan dan pembelajaran yang akan dihasilkan. Cakupan
tujuan menjadi acuan bagi semua aktivitas atau pengalaman pendidikan dan
pembelajaran.
b)
Kesesuaian Tujuan (Suitibility),
berhubungan dengan relevansi antara tujuan yang dirumuskan dengan tingkat
perkembangan peserta didik (kelas, umur,
dll) dan relevansinya dengan konteks pengetahuan dan kebutuhan masyarakat (baik
cakupan secara sempit (lembaga pendidikan dimana kurikulum itu diterapkan) atau
dalam arti luas.
c)
Validitas Tujuan (Validity),
merumuskan tujuan seharusnya merefleksikan realitas yang akan mereka nyatakan
atau gambarkan.
d)
Keterlaksanaan Tujuan (Feasibility),
merujuk pada rumusan tujuan yang betul-betul yang akan dicapai oleh peserta
didik.
e)
Keselarasan Tujuan (Compability),
tiap-tiap tujuan harus selaras atau konsisten dengan tujuan yang lain yang
dinyatakan untuk kelas, bidang studi dan sekolah
f)
Keterincian/Ketetapan (Specificity),
rumusan tujuan harus terperinci, jelas dan tepat.
g)
Kejelasan Tujuan (Interpretability),
sebagai suatu prinsip bahwa rumusan tujuan yang disusun sejelas mungkin sehingga muda di
interpretasikan, dipahami, dan dijabarkan oleh orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaanya, seperti kepada sekolah, guru, dan lainnya.
5.
Taksonomi Tujuan Pendidikan
Tujuan yang
dirumuskan dalam suatu kurikulum baik secara umum (goals) maupun rumusan tujuan
yang spesifik (objectives) dapat menggambarkan tiga aspek kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
a) Aspek Kognitif (Cognitive domain), diklasifikasikan oleh Bloom,
B, yaitu Pengetahuan (Knowledge), pemahaman (Comprehension),
aplikasi (Application), analisis (Analisys), sintesis (Synthesis),
dan evaluasi (Evaluation).
b) Aspek Afektif (Affective domain), Krathwohl, dkk
mengklasifikasikaan aspek ini menjadi lima, yaitu : Menerima (receiving),
merespon (responding), menilai (valuing), pengorganisasian nilai
(organization), dan pengkarakteristikan (characterization).
c) Aspek psikomotorik (Psycomotor domain), Harrow, A. J, mengklasifikasikan
aspek ini ke dalam enam tingkatan, yaitu : Gerakan reflex (Reflex movements),
kemampuan bersifat pengamatan (perceptual abilities), gerak bersifat
fundamental-dasar (Basic-Fundamental abilities), kemampuan yang bersifat
fisik (Physical abilities), gerak-gerak yang bersifat keterampilan (Skilled
moements), kemampuan berkomunikasi secara teratur (non-discursive
communication).
C.
Penyeleksian Pengalaman Belajar (Isi dan Strategi)
1. Prinsip-prinsip umum dalam menyeleksi pengalaman belajar
Tyler merumuskan
beberapa prinsip penyeleksian pengalaman belajar dalam hubungan dengan isi, strategi
dan faktor pendidikan lainnya, yaitu :
a. Aktivitas belajar harus
memberikan peluang kepada peserta didik untuk menerapkan jenis tingkah laku
yang dikehendaki oleh tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
b. Aktivitas belajar harus diseleksi sesuai dengan bakat dan minat
peserta didik sehingga mereka memperoleh kepuasaan dari pelaksanaan jenis
tingkah laku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
c. Aktivitas belajar seharusnya sesuai dengan batas kemungkinan
peserta didik untuk terlibat dengan memperhatikan tingkat pengetahuan,
kesiapan, latar belakang, dan keadaan mental peserta didik.
d. Aktivitas belajar dapat dipilih secara bevariasi sepanjang
aktivitas tersebut sesuai dengan criteria- criteria dan prinsip belajar efektif.
e. Aktivitas belajar diupayakan disamping untuk mencapai suatu
jenis prilaku tertentu, juga secara bersamaan
dapat memberikan kemungkinan kepada peserta didik untuk memperoleh dan
mengembangkan jenis kemampuan atau prilaku lainnya.
2. Karakteristik Pengalaman Belajar
Tyler merumuskan beberapa
karakteristik pengalaman belajar yang bermanfaat dalam usaha mencapai berbagai
jenis tujuan, yaitu
a. Pengalaman belajar itu dapat mengembangkan keterampilan berfikir
peserta didik.
b. Pengalaman belajar itu membantu dalam mendapatkan informasi.
c. Pengalaman belajar itu diarahkan untuk mengembangkan sikap
social.
d. Pengalaman belajar itu dapat membantu peserta didik dalam
mengembangkan minat, baik yang berhubungan dengan proses atau aktivitas belajar
maupun dalam hubunganya dengan tujuan akhir yang akan dicapai (usaha dalam
memberikan kepuasan).
3. Penyeleksian Isi Kurikulum
a. Isi kurikulum, mencakup tiga aspek, yaitu pengetahuan, proses
dan nilai. Dari aspek tersebut diarahkan untukm mencapai tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik
b. Kriteria dalam penyeleksian kurikulum, Print dan Brady, L
merumuskan beberapa criteria yang dijadikan kerangka kerja (Framework)
untuk memfasilitasi isi atau bahan ajar ke dalam suatu kurikulum, yaitu
Signifikasi (Significance), Validitas (Validity), Relevansi
dengan kebutuhan masyarakat (Social relevance), Kemanfaatan (Learnability),
dan sesuai minat peserta didik (Interest)
4. Penyeleksian Strategi Pembelajaran
Strategi adalah
suatu cara (dalam arti luas), yaitu mencakup metode, prosedur, dan teknik yang
digunakan oleh guru dalam penyampaian materi dan menciptakan suasana yang
efektif dan efesien.
a. Macam-Macam Strategi Pembelajaran, contohnya diskusi kelompok
kecil, prektek laboratorium, pemecahan masalah, studi lapangan, riset
keperpustakaan, dan lainnya.
b. Prinsip-prinsip Penyeleksian Strategi Pembelajaran, Olivia
merumuskan beberapa prinsip sebagai acuan dalam memilih staregi
belajar-mengajar, yaitu
1) Bagi pelajar, harus memenuhi kebutuhan dan minat peserta didik
serta sesuai dengan gaya belajar mereka.
2) Bagi Guru, strategi belajar mengajar harus bekerja untuk guru
secara individual.
3) Harus sesuai dengan waktu yang tersedia.
4) Harus sesuai dengan sumber-sumber belajar yang tersedia.
5) Sesuai dengan ketersedian fasilitas atau sarana.
6) Strategi belajar mengajar diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
c. Pengorganisasian pengalaman Belajar (Isi dan Strategi)
1) Kriteria pengorganisasian pengalaman belajar secara umum
dijelaskan oleh tyler dengan tiga criteria, yaitu : Kontinuitas, Urutan,
Keterpaduan
2) Pengorganisasian Isi, merupakan suatu proses penerapan
prinsip-prinsip dalam penyusunan isi kurikulum ke dalam katagori yang
sistematis yang bertujuan memfasilitasi belajar.
3) Prinsip-prinsip pengorganisasian isi kurikulum, Print
merumuskan dua prinsip pokok, yaitu ;
a) Cakupan isi kurikulum (Scope of curriculum content),
berhubungan dengan keluasan dan kedalaman materi mengacu kepada alokasi waktu,
materi inti yang gharus diajarkan dan dikuasai peserta didik,
kebutuhan-kebutuahan khusus peserta didik, keterpaduan isi atau materi, dan
tingkat kebutuhan terhadap isi dan materi kurikulum
b) Urutan isi Kurikulum, Print merumuskan, yang intinya urutan isi
kurikulum sebaiknya : Disusun dari materi yang sederhana sampai ke materi yang
kompleks, Dimulai dari isi/materi pengetahuan yang bersifat prasyarat, Materi
diurutkan secara kronologis sesuai dengan urutan peristiwa, Diurutkan dari yang
bersifat umum sampai ke spesifik, Diurutkan dari konsep yang konkrit sampai ke
abstrak.
c) Struktur Organisasi Isi Kurikulum, Tyler mengemukakan empat
eleman struktur organisasi isi kurikulum yang dikelompokkan berdasarkan lingkup
isi /materi, yaitu :
(1) Mata pelajaran Khusus, seperti Geografi, fisika, biologi, dan
lainnya. Dalam pendidikan Islam, seperti : Nahwu, shorof, tafsir, dan lainnya
(2) Bidang studi, seperti IPA, IPS, Bahasa, Matematika, dan lainnya.
Dalam PAI, seperti Fiqih, Bahasa Arab, Aqidah Akhlaq, dll
(3) Kurikulum Inti, gabungan dari beberapa bidang studi atau
beberapa mata pelajaran
(4) Program studi yang terdiri dari satu unit program dan biasanya
diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan non-formal
d) Proses Perencanaan Organisasi Kurikulum, Tyler merumuskan
:
(1) Penentuan struktur organisasi isi kurikulum (mata pelajaran,
program studi, program inti)
(2) Penentuan prinsip pengorganisasian bersifat umum yang akan
diikuti dalam masing-masing bidang yang ditetapkan
(3) Penentuan jenis unit materi dari tingkat bawah (pokok-pokok
bahasan, topic-topik atau pengajaran unit).
(4) Pengembangan rencana-recana yang fleksibel sehingga rencana
tersebut mudah dimodifikasi sisesuaikan dengan kebutuhan, minat dan kemampuan
tiap-tiap kelompok peserta didik
(5) Penggunaan guru-siswa untuk aktivitas tertentu yang melibatkan
kelas tertentu.
e)
Perkembangan Kognitif dan
Pengorganisasian Isi
Teori perkembangan kognitif Piaget mengenai tahap-tahap perkembangan
kognitif (intelektual) anak menjadi bahan acuan dan pertimbangan dalam
pengorganisasian isi. Teori Piaget diringkas oleh David Pratt,
sebagai berikut :
(1) Tahap sensorik, mulai sejak lahir sampai umur 2 tahun.
(2) Tahap Pre-oprasional, muali umur 2 tahun sampai 7tahun.
(3) Tahap operasi kongkrit, muali umur 7tahun sampai 12 tahun.
(4) Tahap operasi formal, umur 12 sampai 16 tahun.
D.
Penentuan Bentuk Evaluasi
Evaluasi adalah alat pendidikan untuk melihat
sejauh mana pendidikan yang telah dilakukan terlaksana baik dari proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut. Sejalan
dengen itu pula, evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam
penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya. Hasil–hasil evaluasi kurikulum
dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang
kurikulum dalam memilih dan menetapkan
kebijaksanaan pengembangan system pendidikan dan pengembangan model kurikulum
yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru,
kepala sekolah, dan pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu
perkembangan siswa, memilih bahan pengajaran, metode, media, cara penilaian dan
lainnya.
1.
Pengertian Evaluasi
Tyler menjelaskan
bahwa evaluasi merujuk kepada proses untuk menentukan tingkat
perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. Dalam redaksi
lain, evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan
secara actual direalisasikan oleh program kurikulum dan pembelajaran.
Evaluasi
digunakan untuk menilai tingkat ketercapaian peserta didik sesuai dengan tujuan
pendidikan dan menilai keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran ditemukan
tiga istilah
a.
Pengukuran (Measurement), berhubungan
dengan performan atau perilaku peserta didik, biasanya dinyatakan dalam bentuk
kualitatif
b.
Penilaian (Assessment), cakupan lebih
luas dari pengukuran, yaitu adanya kegiatan interpretasi dan reinterpretasi
(penanfsiran ulang) terhadap data hasil pengukuran.
c.
Evaluasi (Evaluation), proses
pengambilan keputusan (judgment) berdasarkan interpretasi data/informasi yang
diperoleh dari pengukuran dan penilaian.
2.
Jenis Evaluasi
Ada tiga jenis evaluasi, yaitu :
a.
Evaluasi Formatif (Formative Evaluation),
diarahkan untuk menyediakan informasi mengenai kinerja, kemajuan belajar
peserta didik pada tahap tertentu.
b.
Evaluasi Sumatif (Summative Evaluation),
diarahkan dalam rangka memperoleh informasi atau data mengenai tingkat
penguasaan materi, perubahan tingkah laku, keefektifan strategi
belajar-mengajar dan lainnya yang bersifat menyeluruh pada akhir suatu program
pembelajaran (semester/cawu, kelas, sekolah).
c.
Evaluasi diagnostic (Diagnostic evaluation),
dilakukan untuk mendapatkan data
mengenai kemampuan dan penguasaan peserta didik terhadap materi. Dan informasi
ini akan digunakan sebagai pertimbangan dalam memecahkan masalah-masalah
belajar-mengajar yang dihadapi.
3.
Alat-Alat Evaluasi
Adapun istrumen-instrumen atau alat yang
digunakan dalam evaluasi, diantarannya :
a.
Tes yang terstandar (Standard test),
b.
Tes yang dibuat guru (Teacher-Made Test),
c.
Tes lisan (Oral Test)
d.
Observasi yang sistematis (Systematic
Observation),
e.
Interview
f.
Kuesioner
g.
Ceklis dan skala tingkat (Checklist &
Rating Scale),
h.
Catatan-catatan yang penting mengenai peserta
didik (Anecdotal Records)
4.
Prosedur Evaluasi
Tyler merumuskan,
sebagai berikut :
a.
Pengidentifikasian tujuan-tujuan yang di
evaluasi secara jelas
b.
Mengidentifikasi situasi-situasi yang akan memberikan peluang kepada peserta
didik untuk menampakkan prilaku yang dikehendaki pendidikan
c.
Menyeleksi dan menentukan alat evaluasi
d.
Penyusunan alat evaluasi
e.
Mengadakan uji coba alat ealuasi untuk melihat
tingkat bjektivitas, reabilitas, dan validitas
f.
Menentukan criteria atau batasan-batasan yang digunakan
untuk menilai catatan prilaku yang diperoleh.
5.
Fungsi Evaluasi
Print
merumuskan beberapa fungsi, yaitu
a.
Evaluasi penting dalam rangka menyediakan umpan
balik kepada para pelaajar. Data mengenai kinerja peserta didik dapat dijadikan
pertimbangan dan memperbaikai kinerja guru dan pengembanagan kurikulum di masa
akan datang.
b.
Evaluasi penting dalam menentukan seberapa jauh
para peserta didik telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Evaluasi menyediakan informasi untuk
memperbaiki kurikulum.
d.
Informasi dari evaluasi dapat dimanfaatkan oleh
peserta didik dalam membuat keputusan personal
e.
Evaluasi menyediakan informasi yang berguna
bagi pengembang kurikulum untuk menilai atau mengkalsifikasikan tujuan yang
telah ditetapkan.
f.
Evaluasi menjadi bahan informasi bagi orang
tua, system pendidikan, unviersitas, pemerinytah, dan lainnya mengenai kinerja
peserta didik atau produk pendidikan yang dihasilkan yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan yang lebih efektif.
Secara khusus Popham, W. J merumuskan
empat fungsi penilaian dalam hubungannya dengan usaha melihat kemajuan dalam
proses belajar-mengajar ;
a.
Untuk mendiagnosis kemampuan da kelemahan
kinerja peserta didik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
b.
Untuk memonitoring kemajuan belajar peserta
didik.
c.
Untuk menentukan tingkat kemajuan belajar
peserta didik.
d.
Untuk menentukan eektifitas pembelaajaran.
Kelompok VI
Pengertian, Tujuan, Dasar, dan
Karakteristik Pendidikan Agama Islam
A. Pengertian Pendidikan Agama
Islam
Menurut
Ahmad D. Marimba (1986:23), Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani,
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan kata lain, Beliau
mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (2009:86),
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam,
yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah
selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta
menjadi ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan
dan kesejahteraan hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah
pemberian bimbingan jasmani dan rohani terhadap anak didik yang berdasarkan
ajaran-ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim yang utuh.
Kepribadian muslim yang utuh yaitu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam yang telah diyakininya untuk kebahagian di dunia dan akhirat.
B. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut
Zakiah Daradjat dalam Amir Rusdi (2010:28), tujuan dari pendidikan agama Islam
adalah menghambakan diri atau mengabdikan diri kepada Allah. Namun kata dari
“menyembah” memiliki makna yang luas, tidak hanya terbatas dalam hal ritual
melainkan mencakup semua aspek kehidupan manusia di muka bumi. Aspek tersebut
adalah hubungan dengan Allah, sesama manusia, alam, dan diri pribadi. Hal ini
telah difirmankan oleh Allah Swt. :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya : Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat:56).
Pendidikan
agama Islam menghendaki hamba Allah mengabdi hanya kepada Allah. Mengabdi
disini diartikan melakukan segala perbuatan dengan niat ibadah kepada Allah dan
ibadah tersebut sebagai wujud kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Yang
terpenting, seluruh kegiatan umat manusia di muka bumi ini berlandaskan pada
ajaran Islam karena diyakini bahwa ajaran tersebut mengajarkan kebenaran dan
mengantar kepada keselamatan di dunia dan akhirat.
C. Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar
adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arahan
kepada tujuan yang akan dicapai sekaligus sebagai landasan (Ramayulis:121).
Setiap agama manusia di muka bumi ini memiliki dasar pendidikan agama
tersendiri, termasuk agama Islam. Dasar tersebutlah yang menjadi sumber dan
landasan dalam setiap beramal.
Di
kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber/dasar ajaran Islam yang utama
adalah Al-Quran dan As-sunnah, sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk
memahami keduanya. Hal ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu
Allah Swt. Yang penjabarannya dilakukan oleh Muhammad Saw (Abuddin Nata:67-68).
Rasulullah Saw. bersabda :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما
تمسكتم بهما :كتاب الله و سنة رسوله
Artinya
: Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR.
Malik)
Dasar
pendidikan agama Islam yang utama adalah Al-qur’an dan Hadits. Al-qur’an
merupakan firman Allah yang berisi ajaran kebenaran. Islam sebagai agama samawi
yaitu agama yang berasal dari Allah, tentunya Al-quran sebagai firman harus
dijadikan sebagai landasan bagi umat manusia yang meyakini kebenaran agama-Nya.
Al-quran dijadikan sebagai landasan pendidikan agama Islam karena
terpeliharanya kemurnian Al-quran dari campur tangan makhluk-Nya, tidak seperti
kitab lain seperti Injil. Al-qur’an merupakan kitab yang komplet yaitu berisi
tentang semua aspek kehidupan umat manusia seperti hukum, ilmu, sosial,
teknologi, nasehat, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Hadits dijadikan sebagai
sumber utama ajaran Islam karena hadits merupakan penjabaran dari Al-quran
serta dijadikannya Muhammad sebagai suri tauladan bagi umatnya. Sehingga
keduanya tidak dapat dipisahkan karena eratnya keterkaitan keduanya. Telah
dijelaskan dalam hadits bahwa jika berpegang kepada keduanya maka tidak akan
mengalami kesesatan di dunia dan akhirat;.
D. Karakteristik Pendidikan
Agama Islam
Karakteristik
merupakan sifat atau ciri-ciri dasar yang mengambarkan tentang sesuatu agar
dapat dikenal. Adapun karakteristik pendidikan agama Islam dijelaskan sebagai
berikut :
1.
Pendidikan Islam merujuk
pada aturan-aturan yang sudah pasti.
Pendidikan Agama Islam mengikuti aturan atau garis-garis
yang sudah jelas dan pasti serta tidak dapat ditolak dan di tawar. Aturan itu
adalah Wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, semua yang terlibat
dalam Pendidikan Agama Islam itu harus senantiasa berpegang teguh pada aturan
ini.
2.
Pendidikan Agama Islam
selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap
langkah dan geraknya.
Sisi pertama yaitu agama lebih menekankan pada kehidupan
akhirat. Sedangkan sisi kedua yaitu pengetahuan lebih cenderung menekankan pada
kehidupan dunia namun, kedua sisi ini tidak dapat dipisahkan karena terdapat
hubungan sebab akibat, oleh karena itu, kedua sisi ini selalu diperhatikan
dalam setiap gerak dan usahanya, karena memang Pendidikan Agama Islam mengacu
kepada kehidupan dunia dan akhirat.
3.
Pendidikan Agama Islam
bermisikan pembentukan akhlakul karimah.
Pendidikan Agama Islam selalu menekankan pada
pembentukan akhlakul karimah, hati nurani untuk selalu berbuat baik dan
bersikap dalam kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku, tidak
menyalahi aturan dan berpegang teguh pada dasar Agama Islam yaitu Al-Qur’an dan
Hadits.
4.
Pendidikan Agama Islam
diyakini sebagai tugas suci.
Pada umumnya, manusia khususnya kaum muslimin
berkeyakinan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari
risalah, karena itu mereka mengangapnya sebagai misi suci. Karena itu dengan
menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam berarti pula menegakkan agama, yang
tentunya bernilai suatu kebaikan di sisi Allah.
5.
Pendidikan Agama Islam
bermotifkan ibadah.
Sejalan dengan hal yang dijelaskan pada sebelumnya maka
kiprah Pendidikan Agama Islam merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala
dari Allah, dari segi mengajar, pekerjaan itu terpuji karena merupakan tugas
yang mulia, disamping tugas itu sebagai amal jariah, yaitu amal yang terus
berlangsung hingga yang bersangkutan meninggal dunia, dengan ketentuan ilmu
yang diajarkan itu diamalkan oleh peserta didik ataupun ilmu itu diajarkan secara
berantai kepada orang lain.
Dengan
demikian, sifat/karakteristik pendidikan agama Islam adalah umum, berlaku untuk
semua golongan; universal, mencakup semua aspek kehidupan; murni ajaran Tuhan,
tidak ada campuran tangan makhluk-Nya; memiliki arah yang pasti, untuk
keselamatan di dunia dan akhirat; seimbang antar kehidupan dunia dan akhirat;
pembentukan akhlak karimah; misi suci, penyebaran agama Allah; dan ibadah.
Assalamu'alaikum,,,
BalasHapusmakasih atas tulisannya,,
moga bermanfaat bagi yang lainnya juga
syukron