BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat
kita akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan
bagaimana perkembangan islam pada masa lampau.
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para
Sahabat adalah merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat
bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya
yaitu Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat,
terkhusus pada zaman Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan
Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi yang
kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya
tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan
juga dalam menyebarkan islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. Perkembangan
islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang
lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman Nabi
Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar biasa pengaruhnya.
II. Rumusan Masalah
- Bagaimana kondisi bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad Saw?
- Bagaimana cara nabi menyebarkan agama Islam di Mekah?
- Bagaimana cara nabi memperluas agama islam di Madinah?
- Apa perbedaan penyebaran agama Islam di Mekah dengan di Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA NABI
MUHAMMAD SAW
Kondisi bangsa arab sebelum
kedatangan islam, terutama di sekitar mekah masih diwarnai dengan penyembahan
berhala sebagai tuhan. Yang di kenal dengan
istilah paganisme.
Demikianlah keadaan bangsa
arab menjelang kelahiran nabi muhammad saw yang membawa agama islam di
tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliyah, yaitu
masa kegelapan dan masa kebodohan dalam hal agama. Di lingkungan inilah Nabi
muhammad di lahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran
agama islam, dilingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan. Meskipun
diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera, namun beliau tetap teguh
dalam menyebarkan agama baru, yakni agama islam kepada masyarakat Arab ketika
itu.
Nabi Muhammad lahir pada hari
senin tanggal 12 Rabiul awal atau 20 April 571 M. Pada tahun gajah.[1]
Dinamakan tahun gajah karena pada waktu
kelahiran beliau ada seorang gubernur dari kerajaan Nasrani Abu Sinia yang
memerintah di Yaman bermaksud menghancurkan Ka’bah dengan bala tentaranya yang
menunggangi gajah. Belum tercapai tujuan tentara tersebut Allah telah menghancurkan
mereka dengan mengirimkan burung Ababil. Oleh karena pasukan itu menggunakan
Gajah maka tahun tersebut dinamakan tahun Gajah.
Nabi muhammad Saw menerima
wahyu yang pertama surat al-Alaq ayat 1-5 di gua hira pada tanggal 17 Ramadhan
tahun 610 M.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Setelah itu di susul dengan wahyu berikutnya
yaitu surat al-Mudatsir ayat 1-7.
$pkr'¯»t ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ óOè% öÉRr'sù ÇËÈ y7/uur ÷Éi9s3sù ÇÌÈ y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ wur `ãYôJs? çÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ Îh/tÏ9ur ÷É9ô¹$$sù ÇÐÈ
Artinya:
“Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan!
Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa
tinggalkanlah, Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Wahyu tersebut secara formal menandakan
bahwa muhammad resmi di angkat sebagai Rasullullah Saw pada umur 40 th. Langkah
awal yang di lakukan nabi dalam menyebarkan agama Islam adalah mengajak
keluarganya terlebih dahulu. Sehingga kita ketahui kaum keluarganya yang
mula-mula masuk islam adalah isterinya sendiri yaitu Khadijah, kemudin di ikuti
oleh sepupu rasullullah Saw, yang masih kanak-kanak yaitu Ali bin Abi Thalib
dan Zaid bin Haritsah, seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian di angkat
menjadi anaknya. Setelah itu rasullullah Saw, mengajak para sahabatnya. Beliau
mengarahkan ajakan dakwahnya kepada para sahabatnya dari kalangan Quraisy yang
berpengaruh di masyarakat, sebagai upaya untukmemperkokoh dakwah Rasullullah
Saw.
Diantara mereka adalah Abu Bakar,
sahabat yang dikenal nabi luar maupun dalam. Setelah menyatakan beriman dan
mendukung da’wah nabi, Abu Bakar secara diam-diam mengajak kaum Quraisy untuk
memeluk agama islam, diantaranya adalah para pemuda Quraisy seperti Usman bin Affan,
Zubeir bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Thallah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin
Jaroh, Arqam bin Abil arqam dan beberapa orang lainnya. Mereka inilah yang
dalam sejarah di kenal sebagai orang yang mula-mula masuk islam atau Al-Sabiqun al Awwalu dan telah di beri
jaminan surga oleh nabi.[2]
Inti dari penyebaran agama
islam yang di lakukan oleh Rasulullah Saw adalah menyempurnakan Aqidah, Syariat
dan Akhlak umat yanng telah rusak. Dalam penyebaran agama islam pada masa
rasulullah itupun melelui 2 frase, yaitu Frase Mekah Dan Frase Madinah.
A. Fase Mekah
Setiap
periode memiliki tahapan-tahapan sendiri, dengan kekhususannya masing-masing.
Yang satu berbeda dengan yang lain. Hal ini tampak jelas setelah meneliti
berbagai unsur yang menyertai dakwah itu selama dua periode secara mendetail.
Pada
periode ini, tiga tahun pertama, dakwah islam dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di lingkungan
keluarganya, kemudian sahabatnya.
Kemudian
setelah turun ayat 94 surah Al-Hijr, Nabi Muhammad saw mulai berdakwah secara
terang-terangan.
÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚÌôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÒÍÈ
Artinya:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik.
Namun,
dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum
Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa factor, yaitu sebagai berikut:[3]
- Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
- Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dengan hamba sahaya.
- Para pemimpin Quraisy tidak mau percara ataupun mengkui serta tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
- Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek muyang dan mengikuti agama islam.
- Pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak
cara dan upaya yang di tempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi
Muhammad Saw, namun selalu gagal. Baik dengan tindakan-tindakan kekerasan
maupun dengan bujuk rayu. Puncak dari segala cara itu adalah dengan
diberlakukannya pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi
Muhammad berlindung. Dan pemboikotan itupun berlangsung selama tiga tahun, dan
merupakan tindakan yang sangat melemahkan umat islam pada saat itu. Pemboikotan
itu baru berhenti setelah kaum Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan
sangat keterlaluan.
Tekanan
dari orang-orang kafir semangkin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad
Saw, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan
menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau Abu Thalib, dan isteri tercinta Beliau,
Khadijah. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke sepuluh kenabian Beliau. Tahun
ini dinamakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad Saw sehingga dinamakan Amul Khuzn.
Dan pada
akhirnya Nabi untuk memutuskan untuk berdakwah di luar mekah. Namun, di Thaif
beliau di caci dan di lempari batu sampai Baliau terluka. Kejadian-kejadian
yang dialami Beliau hampir menyebabkan beliau putus asa, sehingga untuk
menguatkan hati beliau, Allah mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau
pada tahun ke sepuluh kenabian itu. Setelah peristiwa isra’ dan mi’raj, suatu
perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam terjadi, yaitu dengan datangnya
sejumlah penduduk yatsrib (Madinah) untuk berhaji ke mekah. Mereka terdiri dari
dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku aus dan suku Khazraj yang masuk
Islam dalam tiga gelombang.
Pada
gelombang pertama pada tahun ke sepuluh kenabian, mereka dating untuk memeluk
agama Islam. Gelombang ke dua pada tahun 12 kenabian mereka dating kembali
menemui Nabi dan mengadakan perjanjian yang di kenal dengan perjanjian “Aqabah
pertama”, yang berisi ikrar kesetiaan. Gelombang ke tiga pada tahun ke 13
kenabian, mereka dating lagi kepada nabi untuk hijrah ke Yatsrib. Mereka akan
membai’at nabi sebagai pemimpin. Nabi pun akhirnya menyetujui usul mereka untuk
berhijrah. Perjanjian itu disebut perjanjian “Aqabah kedua” karena terjadi di
tenpat yang sama.
Dan
akhirnya Nabi bersama kurang lebih 150 kaum muslim hijrah ke Yatsrib. Dan
ketika sampai disana, sebagai penghornatan terhadap nabi, nama Yatsrib di ubah
menjadi Madinah.[4]
Demikianlah fase mekah terjadi.
B. Fase Madinah
Dalam
fase ini, pengembangan islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan
masyarakat islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi
kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat islam di madinah, yaitu sebagai
berikut:
1.
Mendirikan masjid.
Tujuannya adalah untuk mempersatukan umat islam dalam satu majelis dan
mempererat tali ukhuwah islamiyah.
2.
Mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum anshar
dan Muhajirin.
3.
Perjanjian saling membantu antara sesame kaum muslim
maupun non muslim .
4.
Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan social
untuk masyarakat baru.
Langkah
pertama yang dilakukan Rsulullah SAW adalah membangun mesjid. Beliau terjun
langsung dalam pembangunan mesjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya
berkata : “ Ya Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan
akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.”
Beliau
juga membangun beberapa rumah disisi mesjid, dindingnya dari susunan batu dan
bata, atapnya dari daun korma yang disangga beberapa batang pohon. Itu adalah
bilik-bilik untuk istri-istri beliau. Setelah semuanya beres, maka beliau
pindah dari rumah Abu Ayyub kerumah itu.
Mesjid
itu bukan hanya merupakan tempat sholat semata, tapi juga merupakan sekolahan
bagi orang-orang Muslim untuk menerima pengajaran islam dan
bimbingan-bimbingannya, sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan
berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa
jahiliyah.
Disamping
semua itu, mesjid tersebut juga berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang
Muhajirin yang miskin, yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta, tidak punya
kerabat dan masih bujangan atau belum berkeluarga.
Disamping
membangun mesjid sebagai tempat untuk mempersatukan umat manusia, Rasulullah
SAW juga mengambil tindakan yang sangat monumental dalam sejarah, yaitu usaha
mempersatukan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar.
Beliau
mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar agar saling tolong menolong,
saling mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia disamping kerabatnya. Maka
persaudaraan ini, membuat fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada
sesuatu yang dibela kecuali islam. Disamping itu agar perbedaan-perbedaan
keturunan, warna kulit dan daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak
merasa lebih unggul dan merasa lebih rendah kecuali karena ketakwaan.
Rasulullah
menjadikan persaudaraan ini sebagai suatu ikatan yang harus benar-benar
dilaksanakan. Bukan sekedar isapan jempol dan omong kosong semata. Melainkan
harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta. Saling
mengasihi dan memberikan pertolongan dalam persaudaraaan ini.
Rasulullah mempersaudarakan mereka dengan
ketentuan ketentuan agama islam atas keridhaan Allah SWT. Dengan hikmah
kepintarannya ini, rasulullah telah berhasil memancangkan sendi-sendi
masyarakat yang baru. Beliau juga menganjurkan agar mereka menshadaqahkan hartanya,
dan juga menganjurkan mereka agar menahan diri dan tidak suka meminta-minta,
kecuali terpaksa, dan menyeru agar senantiasa sabar dan merasa puas.
Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit
mereka, membekali mereka dengan nilai-nilai yang tinggi. Sehingga mereka tampil
sebagai sosok yang ideal dan manusia yang sempurna. Dengan cara ini Nabi SAW
mampu membangun sebuah masyarakat yang baru di Madinah. Suatu masyarakat yang
mulia lagi mengagumkan yang dikenal sejarah.
Tetapi pertentangan kaum Yahudi dan muslim mulai
terlihat, ketika terjadinya perang pertama antara kaum muslim dengan kaum
musyrik, yakni lebih di kenal dengan perang badar, pada tanggal 8 Ramadhan
tahun ke dua hijriyah, di daerah Badar, kurang lebih 120 km dari Madinah..
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah di
syariatkan, Nabi Muhammad Saw dengan sekitar seribu kaum muslim berangkat ke
Mekah untuk melaksanakan ibadah umrah, namun penduduk Mekah tidak mengizinkan
mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian
Hudaibiyah yang isinya antara lain sebagai berikut:[5]
1.
Kaum
muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun itu, tetapi di tangguhkan pada
tahun depan.
2.
Lama
kunjungan di batasi hanya sampai tiga hari.
3.
Kaum
Muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah,
namun sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang
kembali ke Mekah.
4.
selama
sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Mekah dan Madinah.
5.
Tiap
kabilah yang ingin masuk kedalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum Muslimin,
bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Dengan perjanjian ini, harapan untuk mengmbil alih
Ka’bah dan menguasai Mekah semangkin terbuka. Ada dua faktor pokok yang
mendorong kebijaksanaan ini. Pertama : Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab
dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, Islam bias tersebar keluar.
Kedua : apabila suku Quraisy dapat diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan
yang kuat karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang
besar.
Perbedaan antara fase madinah dengan fase mekah adalah
cara penyebaran agamanya. Kalau di Mekah nabi menyebarkan agama dengan
diam-diam, karena Islam adalah agama yang baru pada saat itu. Dan Nabi sering
mendapat rintangan dan tekanan dari masyarakat mekah. Tapi, kalau di madinah
Nabi tinggal memperluas Islam saja. Karena agama islam sudah tersebar. Dan juga
Nabi lebih menekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam, Dan
pendidikan sosial kemasyarakatan.
KESIMPULAN
- Kondisi bangsa arab sebelum kedatangan islam, terutama di sekitar mekah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai tuhan. Yang di kenal dengan istilah paganisme. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliyah, yaitu masa kegelapan dan masa kebodohan dalam hal agama. Di lingkungan inilah Nabi muhammad di lahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama islam, dilingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan.
- Pada saat penyebaran agama Islam di mekah yang di Lakukan Nabi, ada tiga 2 cara. Yaitu da’wah secara sembunyi-sembunyi, da’wah secara terang-terangngan.
- Dalam fase Madinah, pengembangan islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat islam di madinah.
- Perbedaan penyebaran agama Islam Di Mekah dengan di Madinah adalah terletak pada situasi dan kondisi. Kalau di mekah islam merupakan ajaran agama baru, jadi penyebarannya pun mendapat banyak rintangan. Tetapi kalau di Madinah islam tinggal melanjutkan perkembangannya. Karena pengikutnya sudah banyak walaupun rintanngannya juga banyak.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Nabi
Muhammad telah mampu menjalankann perannanya sebagai pemimpin agama, seorang
negarawan, dan sekaligus pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya
dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan
seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Choirul Niswar,M.Ag. Sejarah Pendidikan Islam timur tengah dan Indonesia. Palembang. Rafah Press. 2006
- Drs. Samsul Munir Amin,M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009
0 komentar:
Posting Komentar