BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi
agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah kejiwaan yang
ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama. Dengan demikian psikologi agama.
Mencakup dua bidang kajian yang sama sekali berlainan, sehingga ia berbeda dari
cabang-cabang psikologi agama lainnya.
Sebagai
disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki objek kajian atau ruang
lingkup yang berbeda dengan cabang psikologi lainnya. Psikologi agama mengkaji
tentang tingkah laku seseorang yang timbul dari jiwa sebagai bentuk kesadaran
beragama. Psikologi agama memiliki tujuan yaitu meneliti dan menalaah kehidupan
beragama seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu
dalam sikap dan tingkah laku serta kehidupan pada umumnya.
Psikologi
agama dapat digunakan dalam semua aspek kehidupan manusia. Seperti dalam bidang
pendidikan, ekonomi, politik dan bidang-bidang lainnya. Dengan pendekatan
psikologi agama manusia akan sadar bagaimana mereka bersikap dan bertingkah
laku sebagai cerminan kesadaran beragama. Psikologi agama dapat digunakan
seseuai dengan tujuan yang diinginkannya seperti dalam industri agar tidak
terjadj pencurian dan meningkatkan produksi dan penghasilan.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian psikologi agama
?
2.
Ruang lingkup psikologi
agama ?
3.
Tujuan psikologi agama ?
4.
Kegunaan psikologi agama ?
5.
Ayat-ayat tentang psikologi
agama ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi
agama merupakan salah satu cabang dari psikologi. Psikologi agama terdiri dari
dua kata yaitu, psikologi dan agama. Kedua kata ini masing-masing
memiliki pengertian yang berbeda. Menurut bahasa Psikologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu kata psyhe = jiwa, logos = ilmu.[1] Menurut
Branca dalam bukunya psychology the science of behavior,
psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku.[2] Jadi,
psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejela-gejala jiwa yang
timbul dari tingkah laku manusia tersebut. Jiwa merupakan sesuatu yang bersifat
abstrak (tidak terlihat). Untuk mempelajari tentang jiwa yang bersifat abstrak
yaitu dengan cara melihat gejala-gejala yang timbul dari perbuatan atau tingkah
laku. Oleh karena itu psikologi dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu yang
memiliki objek tersendiri yaitu jiwa.
Psikologi
secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan
kognisi, emosi, dan konasi. Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang
hampir sama pada diri manusia dewasa, normal, dan beradab. Dengan demikian
ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia.
Namun terkadang ada di antara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu
merupakan gejala campuran, sehingga para ahli psikologi menambahnya menjadi
empat gejala utama yang dipelajari psikologi, yaitu kognisi, emosi, kognisi dan
gejala campuran. Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi,
kelelahan maupun sugesti.[3]
Psikologi juga mengkaji gejala-gejala jiwa yang berhubungan dengan tingkah
laku.[4]
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari dan membahas tentang gejala-gejala jiwa dan
tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaannya. Sikap dan
tingkah laku adalah gejala yang dapat dilihat dan dapat dipelajari dari kondisi
jiwa yang abstrak.
Agama
sebagai bentuk keyakinan. Hal ini yang menyulitkan para ahli untuk
mendefenisikan tentang agama. Sebagai contoh, James H. Leuba, berusaha
mengumpulkan tentang defenisi agama yang pernah dibuat. Namun ia berkesimpulan
bahwa usaha untuk mendefenisikan agama tidak ada guna karena hanya kepandaian
bersilat lidah.[5]
Pendapat
di atas bukan berarti agama sama sekali tidak dapat dipahami melalui pendekatan
defenitif. Karena itu walaupun mungkin belum disepakati semua pihak. Mungkin
pengertian di bawah ni dapat memberikan gambaran tentang pengertian agama.
Agama
berasal dari bahasa latin religio yang berarti obligation/kewajiban.
Agama dalam Encyclopedia of Philisophy adalah kepercayaan kepada Tuhan
yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam
semesta dan mempunyai moral dengan umat manusia. Menurut Syahminan Zaini
dikutip oleh Rohmalina Wahab mengatakan ada tiga pendapat mengenai asal kata
agama : pertama, berarti dari bahasa Sansekerta, yaitu a = tidak,
gama = kacau. Jadi agama = tidak kacau. Kedua, berasal dari bahasa
Sansekerta, asal katanya gam = jalan. Jadi agama artinya jalan yang
harus dipakai atau diikuti se hingga dapat sampai ke suatu tujuan yang mulia
dan suci. Ketiga, berasal daru bahasa Arab iqoma kemudian berubah
menjadi agama.[6]
Sementara
pengertian-pengertian yang berkembang agama dapat dikatakan ikatan yang kokoh
atau kuat yang beruapa keyakinan dan dapat membawa kepada jalan yang lurus
serta menunjukkan kepada suatu tujuan untuk mencapai suatu ketenangan dan
kemantapan hati serta kebahagian. Menurut Nasution dikutip oleh Rohmalina Wahab
bahwa agama berasal dari kata (الدين )
yang artinya menguasai, menunjukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.[7]
Dari
beberapa defenisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa agama adalah suatu
pedoman atau petunjuk bagi kehidupan manusia yang merupakan ikatan yang kuat
yang diyakini yang dapat membawa umatnya ke jalan yang lurus serta menunjukkan
kepada suatu jalan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu ketenangan,
kebahagian, serta kemantapan hati.
Berdasarkan
pengertian psikologi dan agama di atas maka dapat disimpulkan bahwa psikologi
agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku
seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata
cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak masuk atau
dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi
kepribadiannya.
Menurut
Zakiah Daradjat bahwa psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama
pada diri seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan tersebut
dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di samping itu,
psikologi beragama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama
pada seseorang serta factor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan tersebut. Sedangkan menurut Robert H Tholues,
psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan
pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip
psikologi yang diambil dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan.[8]
Dengan
demikian, dapatlah disimpulkan bahwa psikologi agama adalah ilmu yang membahas,
mempelajari dan memahami kehidupan beragama pada manusia dan hubungannya dengan
sikap dan perilaku keberagamaan atau sama dengan ilmu yang membahas
dan meneliti kehidupan beragama seseorang mulai dari sumber-sumber jiwa
keagamaan, perkembangan, karakteristik, factor yang mempengaruhi, gangguan
dalam perkembangan serta penyimpangan dan mengenai kecerdasan serta kematangan
beragama.
B. Ruang Lingkup Psikologi Agama
Suatu
ilmu yang dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu apabila memiliki objek atau
ruang lingkup kajiannya. Psikologi agama sebagai disiplin ilmu yang otonom,
memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin
ilmu yang mempelajari masalah agama yang
lainnya. Lebih lanjut Zakiah Daradjat menyatakan, bahwa kajian dari psikologi
agama adalah proses beragama, perasaan, dan kesadaran beragam dengan pengaruh
dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Oleh karena itu,
menurut Zakiah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi
agama meliputi kajian mengenai :
1.
Bermacam-macam emosi yang
menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa,
seperti rasa lega dan tentram sehabis sholat; rasa lepas dari ketegangan batin
sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci; perasaan tenang pasrah, dan
menyerah setelah berzikir; dan ingat kepada Allah Swt ketika mengalami
kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
2.
Bagaimana perasaan dan
pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa tentram
dan kelegaan batin.
3.
Mempelajari, meneliti dan
menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati pada tiap-tiap
orang.
4.
Meneliti dan mempelajari
kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga
dan neraka, serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh sikap dan tingkah
laku dalam kehidupan.
5.
Meneliti dan mempelajari
bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci untuk kelagaan
batinnya.[9]
Semuanya
itu menurut Zakiah Daradjat tercakup dalam kesadaran agama dari pengalaman
agama. Kesadaran agama maksudnya adalah bagian atau segi agama yang hadir dalam
pikirannya, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan
pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan
yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Karenanya,
psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut
pokok keyakinan agama. Tegasnya psikologi agama hanya mempelajari dan menalaah
fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam perilaku dalam
kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman agama manusia. Seperti tentang Tuhan,
surga dan neraka, kebenaran suatu agama, kebenaran kitab suci yang tidak
mungkin secara empiris.[10]
Dengan
demikian bahwa lapangan penelitian psikologi agama adalah
gejala-gejala jiwa yang memantul dan terpancar dari motivasi, ekspresi, sikap
dan perilaku yang berkaitan dengan kesadaran, pengalaman, dan kematangan
beragama manusia. Psikologi agama tidak kut campur masalah dasar
atau aqidah/pokok keyakinan suatu agama seperti konsep Tuhan itu sendiri,
surga, neraka, pahala, dosa, kiamat, dan sebagainya.
C. Tujuan Psikologi Agama
Adapun
tujuan psikologi agama adalah untuk meneliti dan menelaah kehidupan beragama
seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap
dan tingkah laku serta kehidupan pada umumnya. Di samping itu,
psikologi agama mempelajari pula pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada
seseorang dan factor-faktor yang mempengaruhi keyakinan.
Dengan
kata lain dapat kita katakan bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama
terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri
seseorang. Karena cara seseorang berpikir, bersikap, berkreasi, dan bertingkah
laku tidak dapat dipisahkannya, karena keyakinan itu termasuk dalam konstruksi
kepribadiannya.
D. Kegunaan Psikologi Agama
Psikologi
agama telah banyak memberikan sumbangan dalam memecahkan persoalan kehidupan
manusia dalam kaitannya dengan agama yang dianut. Kemudian bagaimana rasa
keagamaan itu tumbuh dan berkembang pada diri seseorang dalam tingkah usia
tertentu, ataupun bagaimana perasaan keagamaan itu dapat mempengaruhi
ketentraman batinnya, maupun berbagai konflik yang terjadi dalam diri seseorang
hingga ia menjadi lebih taat menjalankan ajarannya agamanya atau meninggalkan
ajaran itu sama sekali.
Menurut
Djalaluddin kegunaan psikologi agama adalah dapat dimanfaatkan dalam lapangan
kehidupan seperti dalam bidang pendidikan, psikoterapi dan lapangan lainnya
dalam kehidupan. Bahkan sudah sejak lama pemerintah kolonial Belanda
memanfaatkan hasil kajian psikologi agama untuk kepentingan politik. Pendekatan
agama yang dilakukan oleh Snouck Hugronje terhadap para pemuka agama dalam
upaya mempertahakan politik penjajahan
Belanda di Indonesia.[11]
Di
bidang industri juga psikologi agama dapat dimanfaatkan. Sekitar tahun 1950-an
di perusahan minyak Stanvac (Plaju dan Sungai Gerong) diselenggarakan ceramah
agama Islam untuk para pekerjanya. Para penceramah adalah pemuka agama
setempat. Kegiatan berkala ini diselenggarakan didasarkan atas asumsi bahwa
ajaran agama mengandung nilai-nilai moral yang dapat menyadarkan para pekerja
dari perbuatan yang tak terpuji dan merugikan perusahaan. Hasil dari kegiatan
tersebut dievaluasi, dan ternyata pengaruh ini dapat mengurangi kebocoran
seperti pencurian, manipulasi maupun penjualan barang-barang perusahaan yang
sebelumnya sukar dilacak.[12]
Dengan
demikian psikologi dapat dimanfaatkan dalam segala jenis lapanan kehidupan,
baik ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan, perdagangan, ekonomi, dunia
politik dan lapangan-lapangan kehidupan lainnya.
Dalam
pandangan Islam, psikologi dan agama ini sangatlah dibutuhkan, karena psikologi
dan agama sama-sama mempelajari tentang jiwa dan kepercayaan seseorang terhadap
Tuhannya.
Psikologi
dimiliki oleh manusia secara pribadi yang memberikan arah emosional dalam
merealisasikan perbuatannya sehari-hari, karena itulah daya-daya jiwa manusia
perlu dikembangkan, diperhatikan dan diarahkan kemana ia lebih cenderung. Salah
satu jiwa manusia yang sangat menentukan dalam keberhasilan hidup adalah yang
dikatakan intelegensi question. Kemudian, dilengkapi dengan emosional
question, serta diarahkan oleh spiritual question. Berarti manusia
yang diinginkan oleh Allah sebagaimana yang dicantumkan dalam firman-Nya :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya
: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat:56)
Berarti
dalam pencapaian tujuan Allah tersebut sangatlah dibutuhkan kemampuan-kemampuan
dasar manusia atau yang disebut berdaya jiwa manusia yaitu kemampuan manusia
berpikir, bertindak dan menentukan apa yang akan dilakukan. Kemampuan-kemampuan
ini adalah bahasan dari psikologi, sedangkan warna atau batasan apakah perilaku
yang akan dilakukan oleh manusia itu berkategori dibolehkan atau tidak yang
kesemuanya itu menentukan tingkat kebaikan dan nilai dari perilaku manusia itu
sendiri adalah dibahas dalam Islam.
Berarti,
antara psikologi agama dan Islam bahasannya adalah sangat dan saling menunjang
dan menentukan, hanya psikologi agama
masih meliputi secara umum yaitu meliputi semua agama sedangkan Islam untuk
agama Islam.[13]
Dari
penjelasan di atas, bahwa psikologi agama dapat digunakan di semua aspek
seperti dalam bidang industri yaitu meningkatnya jumlah produksi dan
penghasilan dan meminimalkan bentuk kejahatan dalam industri seperti pencurian.
Begitu juga dalam bidang pendidikan yaitu siswa menjadi rajin, aktif, tidak
menyontek ketika ujian dan menambah semangat dalam belajar.
E. Ayat-ayat Tentang Psikologi
Agama
* ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
Artinya
: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf:31)
Dalam
firman Allah tersebut, Allah menyuruh anak Adam ketika masuk ke masjid
mengenakan pakaian yang rapi dan sopan akibat dari kesadaran beragama
seseorang. Minum dan makan yang tidak berlebihan merupakan cerminan bagi orang
yang memiliki kesadaran agama. Dengan adanya kesadaran beragama akan
menimbulkan tingkah laku atau sikap yang baik.
Allah
berfirman :
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ
Artinya
: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah:21)
Dalam
firman Allah di atas, bahwa salah bentuk kesadaran beragama seseorang
menampilkan sikap atau tingkah laku takwa yaitu berusaha semaksimal mungkin
melaksanakan perintah Allah dan berusaha semaksimal mungkin meninggalkan
larangan Allah. Orang yang memiliki kesadaran agama takut meninggalkan sholat
dan lega ketika sudah melaksanakan ibadah sholat.
KESIMPULAN
·
Psikologi agama adalah ilmu
yang membahas, mempelajari dan memahami kehidupan beragama pada manusia dan
hubungannya dengan sikap dan perilaku keberagamaan.
·
Ruang lingkup atau lapangan
penelitian psikologi agama adalah gejala-gejala jiwa yang memantul dan
terpancar dari motivasi, ekspresi, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan
kesadaran, pengalaman, dan kematangan beragama manusia.
·
Tujuan psikologi agama
adalah untuk meneliti dan menelaah kehidupan beragama seseorang dan mempelajari
berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta
kehidupan pada umumnya.
·
Psikologi agama dapat
digunakan di semua aspek seperti dalam bidang industri yaitu meningkatnya
jumlah produksi dan penghasilan dan meminimalkan bentuk kejahatan dalam
industri seperti pencurian. Begitu juga dalam bidang pendidikan yaitu siswa
menjadi rajin, aktif, tidak menyontek ketika ujian dan menambah semangat dalam
belajar.
·
Di antara ayat-ayat Allah
yang mengenai psikologi agama yaitu, Allah berfirman :
ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$#
Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf:31)
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahannya. Diponegoro, 2006
Hawi, Akmal. 2006, Psikologi Agama, Rafah Press :
Palembang
Jalaluddin. 2010, Psikologi Agama, Rajagrafindo
Persada : Jakarta
Khodijah, Nyayu. 2006, Psikologi Belajar, Rafah
Press : Palembang
Nata, Abbuddin. 2009, Metodologi Studi Islam, Rajawali
Press : Jakarta
Ramayulis. 2007, Psikologi Agama, Kalam Mulia :
Jakarta
Wahab, Rohmalina. 2010, Psikologi Agama, Grafika Telindo
: Palembang
Zuhdiyah. 2011, Psikologi Agama, Grafika Telindo
Press : Palembang
0 komentar:
Posting Komentar